Kamis 24 Mar 2011 17:25 WIB

RUU Intelijen Ditangani Tim Kecil

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Krisman Purwoko
Intelijen, ilustrasi
Intelijen, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--DPR dan pemerintah membetuk tim kecil untuk membahas isu-isu krusial dalam RUU Intelijen Negara. Tim itu akan berkerja untuk menemukan kesamaan pandangan antara DPR dan pemerintah, sehingga RUU ini bisa segera disahkan. Tim diharap mempercepat proses penyelesaian RUU.

"Kita akan segera bentuk panitia kerja, tim kecil lah, baik dari DPR dan pihak pemerintah," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanudin ketika dihubungi, Kamis (24/3). Dia tidak menjelaskan hal-hal teknis terkait tim itu, namun dia memastikan tim berisi unsur DPR dan pemerintah membahas dua isu krusial.

"Saya sudah pelajari secara utuh, ada dua hal paling pokok yang berbeda sekali (antara DPR dan pemerintah)," kata Hasanudin. Dua hal itu adalah pengawasan lembaga intelijen negara dan kewenangan penangkapan. Usulan lain dalam Daftar Isian Masalah (DIM) pemerintah hanya berupa perubahan narasi, perubahan substansi, dan penambahan substansi baru.

Dalam hal pengawasan, RUU Intelijen itu dibuat justru agar intelejen tidak gelap lagi. Artinya, harus ada pengawasan yang bersifat intern oleh pemerintah dan ekstern DPR dan masyarakat. "Pemerintah berharap di daiam itu cukup intern saja, sementara kita (DPR) menganggap perlu ada pengawasan ekstern," katanya.

Hasanudin mencontohkan, selama ini disebutkan ada sekian miliar anggaran yang digunakan untuk kegiatan penggalangan. "Yang digalang itu apa? Oleh siapa? Kita ingin tahu, penggalangan untuk negara atau demi kepentingan tertentu?,"  kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.

Hal pokok kedua yang menjadi perbedaan besar adalah masalah penangkapan. "Kalau kita (DPR) menghendaki penangkapan itu tidak perlu, tapi hak untuk interogasi boleh," kata Hasanudin. Pemerintah ingin BIN bisa menangkap, padahal di KUHP disebutkan penangkapan terhadap orang harus sesuai UU berlaku, artinya harus ada surat penangkapan, identitas penangkap, didampingi pengacara, dan lainnya.

"Kalau harus jelas siapa yang nangkap, di mana ditangkapnya kan tidak bisa. BIN tidak bisa  menyebutkan identitas dong. Kalau secara terbuka seperti itu bukan intelijen," kata Hasanudin. Penangkapa tanpa identitas penangkap itu termasuk penculikan dan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement