REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN - Prancis tidak memiliki tujuan lain kecuali untuk membunuh (bekas) presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo, tuduh salah seorang juru bicaranya, Ahad (10/4). Bagi bekas penguasa kolonial di negara Afrika barat itu,semua tujuan lain Prancis hanya dalih saja, demikian katanya pada kantor berita AFP.
"Prancis mencari-cari dalih untuk menyerang lagi, dan telah menemukannya," katanya, merujuk pada serangan Sabtu di markas Alassane Ouattara, presiden yang diakui oleh masyarakat internasional. Pasukan Gbagbo membantah terlibat dalam serangan itu.
Masalah nasib Laurent Gbagbo memang telah menjadi pembicaraan belakangan ini, setelah pasukan Licorne Prancis dan penjaga perdamaian PBB menyerang kompleks kediamannya yang diduga menyimpan senjata berat untuk menyerang warga sipil. Gbagbo akan ditangkap hidup-hidup dan akan diadili, kata utusan negara itu untuk PBB, Kamis lalu.
Duta Besar, Youssoufou Bamba, mengatakan di markas PBB New York, tidak bisa lagi ada pembicaraan dengan Gbagbo. Pasalnya ia telah menolak untuk menyerahkan kekuasaan pada Alassane Ouattara dan dikepung di bunkernya di Abidjan.
"Cepat atau lambat ia akan tertangkap dan dibawa ke pengadilan," kata Bamba pada konferensi pers. Sementara Ouattara bersikeras ingin saingannya itu ditangkap hidup-hidup meskipun pasukannya telah melakukan serangan terhadap bunker Gbagbo.
"Terlalu banyak darah yang telah tumpah. Kami tidak akan memberi kemewahan pada Tuan Gbagbo untuk menjadi martir. Ia akan ditangkap hidup-hidup dan akan menjawab di depan pengadilan atas kejahatan yang telah ia lakukan," kata utusan itu.
Gabgbo telah mengirim menteri luar negerinya untuk berunding dengan duta besar Prancis. Tapi pada waktu yang sama ia tampil di satu saluran televisi Prancis untuk mengatakan ia tidak akan mengakui Ouattara sebagai presiden, menurut Bamba.
Ia menuturkan, Afrika Selatan, Angola, Mauritania dan Amerika Serikat pada waktu lalu muncul sebagai kemungkingan tujuan negara pangasingan bagi Gbagbo. Tapi negara-negara itu sudah tidak lagi jadi calon (negara pengasingan baginya).
"Mulai sekarang ini, permainan sudah berakhir," kata Bamba. "Dalam empat bulan terakhir kita telah menghabiskan semua sumber mediasi. Ia hanya ingin mengulur waktu."
Ouattara dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden November lalu, tapi Gbagbo menolak mengakui hasil itu. Ratusan orang telah tewas dalam perselisihan sejak itu.