Kamis 14 Apr 2011 18:43 WIB

Pertanggungjawaban BIN Wajib Hukumnya Berlapis!

Intelijen, ilustrasi
Intelijen, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Kontras Usman Hamid mengatakan, pertanggungjawaban Badan Intelijen Negara (BIN) harus dibuat berlapis untuk memastikan intelijen tunduk pada kaidah sistem demokratis. "Dalam suatu sistem yang demokratik, mekanisme akuntabilitas (pertangungjawaban) suatu badan intelijen dibuat secara berlapis (multi-layer accountability) dengan melibatkan multi aktor badan internal intelijen itu sendiri, eksekutif, parlemen, yudikatif, media, hingga organsasi masyarakat sipil, dan sebagainya," katanya dalam diskusi tentang RUU Intelijen di Jakarta, Kamis (14/4).

Menurut dia, dengan adanya suatu mekanisme akuntabilitas yang berlapis tersebut diharapkan akan efektif menegaskan bahwa reformasi sektor keamanan (intelijen) tunduk pada kaidah sistem demokrasi, dengan penghormatan terhadap standar HAM, sebagaimana yang menjadi prinsip utama masyarakat modern. Ia menambahkan, pembangunan mekanisme akuntabilitas terhadap badan intelijen menjadi kebutuhan penting dan mendesak dalam suatu periode transisi dari sistem yang otoriter menuju sistem yang lebih demokratik.

Ia mengatakan, dalam rezim yang otoritarian, badan intelijen menjadi suatu instrumen teror dan represi terhadap warganya sendiri. Kerja intelijen di bawah rezim yang otoriter, menurut dia, identik dengan penangkapan dan penahanan semena-mena, penyiksaan, pembunuhan, pembatasan kebebasan sipil.

Untuk itu, di era demokratis saat ini perlu ditegaskan perubahan watak dari intelijen. Untuk mengubah watak aparatus intelijen dari sistem otoriter menuju kepada intelijen yang profesional dan tunduk pada sistem demokratik perlu pembenahan mekanisme akuntabilitas. Ia mengingatkan, lembaga intelijen bisa menjadi sebuah lembaga yang sulit dikendalikan bila tidak tunduk kepada otoritas politik.

"Intelijen bisa saja memiliki tuannya sendiri, bisa pengusaha atau elit-elit lainnya bahkan bisa jadi ia untuk kepentingan dirinya sendiri, dan ini berbahaya bagi demokratisasi di Indonesia," katanya.

Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra dalam diskusi tersebut menyatakan perlu adanya penegasan Badan Intelijen Negara menjadi lembaga negara dan terpisah dari kabinet di pemerintahan. "BIN menjadi lembaga negara bukan berada di pemerintahan, dan kepalanya bukan anggota kabinet atau setingkat menteri, menurut saya harus tegas diatur karena BIN ini seharusnya merupakan alat negara bukan pemerintah," katanya.

Menurut Yusril dengan menjadikan BIN sebagai lembaga negara maka akan mengurangi penyalahgunaan intelijen oleh pemerintah yang berkuasa.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
۞ وَلَقَدْ اَخَذَ اللّٰهُ مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَۚ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيْبًاۗ وَقَالَ اللّٰهُ اِنِّيْ مَعَكُمْ ۗ لَىِٕنْ اَقَمْتُمُ الصَّلٰوةَ وَاٰتَيْتُمُ الزَّكٰوةَ وَاٰمَنْتُمْ بِرُسُلِيْ وَعَزَّرْتُمُوْهُمْ وَاَقْرَضْتُمُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا لَّاُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَلَاُدْخِلَنَّكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۚ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاۤءَ السَّبِيْلِ
Dan sungguh, Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami telah mengangkat dua belas orang pemimpin di antara mereka. Dan Allah berfirman, “Aku bersamamu.” Sungguh, jika kamu melaksanakan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu, dan pasti akan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tetapi barangsiapa kafir di antaramu setelah itu, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”

(QS. Al-Ma'idah ayat 12)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement