REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Tak seluruh rakyat Prancis setuju dengan keterlibatan negara itu dalam pertempuran di Libya dan Pantai Gading. Sejumalah harian yang terbit di negara itu menyoroti intervensi militer koalisi di Libya dan Pantai Gading. Meski operasi itu berlabel "menyelamatkan rakyat sipil", namun media itu tak yakin 100 persen dengan alasan ini.
Harian Perancis L'Alsace yang terbit di Alsace, timur Perancis mengomentari intervensi militer Perancis di Libya dan Pantai Gading untuk melindungi rakyat sipil sebagai "munafik".
"Secara resmi Perancis melancarkan intervensi hanya dalam rangka resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa demi perlindungan masyarakat sipil. Tetapi, janganlah munafik. Seperti semua tahu, target serangan Perancis adalah pasukan Qaddafi dan Gbagbo. Sasaran Prancis yang sesungguhnya adalah mengusir kedua penguasa itu. Hal ini tidak akan dikukuhkan dalam resolusi PBB," demikian ulasan media ini.
Namun, Perancis dan mitra barat lainnya menghadapi kenyataan pahit. Baik pasukan Libya maupun Pantai Gading yang menjadi sasaran pasukan Prancis merupakan militer yang dulunya sempat dilatih dan dididik, antara lain dengan bantuan Prancis.
Harian Perancis lain yang terbit di Paris, Libération, juga memberikan komentarnya terkait penempatan militer koalisi internasional di Libya. Harian itu menulis:
"Awalnya operasi militer di Libya dimaksudkan sebagai Perang Kilat, namun kini operasi itu semakin berubah menjadi perang betulan. Masyarakat internasional, yang terlambat bereaksi dalam situasi genting di Libya, tidak dapat dan tidak mampu mendefinisi dengan jelas target perang di Libya. Masyarakat internasional tidak berhasil mengembangkan sebuah skenario politik maupun militer untuk menghadapi situasi sulit di Libya, yang kini telah menjadi kenyataan. Dan nampaknya, tidak ada harapan untuk keluar dari situasi tersebut. Dan pasukan profesional satu-satunya di daratan adalah tentara Qaddafi."