REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Peraturan daerah (perda) Ahmadiyah resmi digugat. Ketua Badan Pengurus YLBHI, Erna Ratnaningsih mengajukan gugatan uji materi empat perda Ahmadiyah ke Mahkamah Agung, Rabu (20/4). Perda yang diajukan adalah Perda Ahmadiyah di Jabar, Banten, Pandeglang, dan Sumatera Barat.
“Ahmadiyah itu sudah ormas resmi sejak 1953 karena itu kita mohon MA untuk membatalkan perda karena bertentangan dengan aturan-aturan dan minta tidak sah dan berlaku secara umum. Serta meminta MA untuk memerintahkan Jabar, Banten, Pandeglang, Sumbar untuk mencabut peraturan tersebut,” papar Erna, saat dihubungi, Rabu (20/4).
Erna mengatakan setidaknya kurang lebih ada 10 aturan yang melarang Ahmadiyah, tapi hanya empat peraturan yang diajukan karena berupa perda, sedangkan yang lainnya hanya berupa surat keputusan gubernur. “Untuk aturan yang berupa surat keputusan gubernur akan diajukan ke pengadilan tata usaha negara dan untuk di daerah kita akan koordinasi YLBHI dengan LBH di daerah tersebut misalnya di Jatim dengan LBH Surabaya,” ujar Erna.
Erna memaparkan pihaknya mengajukan uji materi perda karena dinilai melanggar beberapa peraturan perundang-undangan. Diantaranya adalah UU No 32 tahun 2004, dimana untuk masalah agama merupakan kewenangan pusat tapi pemda mengeluarkan peraturan mengenai hal itu. Lalu UU Nomor I/PNPS/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama, dimana kewenangan untuk pelarangan seperti jemaah Ahmadiyah berada ditangan presiden dengan pertimbangan dari menteri agama dan mendagri.
Ia menambahkan dalam pembentukan perda pun, Ahmadiyah tidak pernah diminta klarifikasi dan pendapatnya. Hal tersebut pun bertentangan UU 39 tahun 1999 tentang HAM karena dijelaskan bahwa ada jaminan kemerdekaan warga negara untuk memeluk agama masing-masing. “Itu juga bertentangan dengan kovenan intrenasional yang mengatur mengenai kebebasan berpikir, pembatasan HAM harusnya berdasar UUbukan peraturan dibawah UU,” tukas Erna.
Menurutnya, isi perda pun telah mengatur pelarangan aktivitas Ahmadiyah, seperti pemasangan papan nama dan atribut Ahmadiyah. Padahal, lanjut Erna, hal itu diatur dalam PP Nomor 18 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU nomor 8 tahun 1985 tentang ormas.
Erna menambahkan pihaknya telah ditunjuk sebagai kuasa hukum Ahmadiyah untuk mengajukan uji perda ini. “Tentu saja kita koordinasi dengan Ahmadiyah dan ternyata yang concern tidak hanya Ahmadiyah tapi juga LSM yang bergerak di HAM dan pluralisme sebagai pemohon juga,” katanya. Diantara yang turut menjadi pemohon adalah Jamaah Ahmadiyah Indonesia, LSM Setara Institute, Wahid Institute, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), dan Koalisi Perempuan Indonesia, serta tiga individu, yaitu Nursyahbani Katja Sungkana, Johaner Harijanto, Marienta.
Ia menuturkan pihaknya akan tetap mengajukan uji materi empat perda sekaligus dalam satu berkas karena seluruhnya memiliki dasar bukti yang sama. Saat ini pihaknya sedang menunggu pengumuman sidang pertama.