REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia diminta lebih tegas dalam membantu menyelesaikan konflik perbatasan Thailand-Kamboja, karena konflik itu telah melanggar kesepakatan traktat kerjasama dan persahabatan ASEAN.
Penegasan itu disampaikan Chairman Institute For Democracy and Human Right Director ASEAN, Dewi Fortuna Anwar, Sabtu (7/5) di sela-sela penyelenggaraan KTT ASEAN ke-18. Tindakan tegas itu dapat berupa teguran atau kritik kepada kedua negara bertetangga tersebut agar kembali ke meja perundingan dalam menyelesaikan persoalan mereka. “Indonesia perlu bersikap lebih tegas lagi dalam menyelesaikan masalah ini,” ujar Dewi.
Menurut Dewi, apa yang terjadi di perbatasan Thailand-Kamboja tidak sesuai dengan kesepakatan damai. ASEAN telah memiliki Treaty of Amity and Cooperation in South East Asian Nations yang ditandatangani 1976, serta piagam ASEAN. Dalam kesepakatan itu antara lain disepakati perjanjian damai menyelesaikan masalah yang timbul melalui dialog.
Dewi mengakui saat ini memang ada sejumlah persoalan perbatasan yang timbul diantara negara-negara anggota ASEAN. Seperti masalah perbatasan Indonesia dan Malaysia. Namun, masalah itu diselesaikan lewat jalur diplomatik dan kedua pihak dapat menahan diri.
Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya di KTT ASEAN juga menyatakan ASEAN bertanggung jawab dalam mengatasi konflik yang berkembang secara dinamis, karena hal itu akan memengaruhi citra ASEAN dan pertumbuhan berkelanjutan di kawasan ini. “Bila konflik terus terjadi, ASEAN harus memfasilitasi pembentukan forum diplomasi dan dialog terbuka di dalamnya agar konflik diselesaikan secara damai,” kata SBY.