REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Pemuda dan Olah raga, Andi Mallareng, mengatakan, pihaknya sudah berupaya untuk mempertemukan berbagai kepentingan di Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI). Andi mengungkapkan, terbuka peluang untuk menemukan solusi agar Kongres PSSI dapat digelar kembali.
Andi mengatakan, dirinya langsung melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang berseteru setelah Kongres PSSI berakhir tanpa hasil (deadlock), Jumat (20/5) pekan lalu. “Ada harapan mempertemukan keinginan mereka, sehingga Kongres bisa digelar. Tapi, saya belum bisa katakan sekarang karena proses mediasinya sedang berjalan,” kata dia, di Jakarta, Selasa (25/5).
Kongres PSSI tidak berjalan mulus dan diwarnai interupsi. Kelompok 78 mempertanyakan penolakan pencalonan George Toisutta dan Arifin Panigoro. Sedangkan, Komite tidak mungkin menerima pencalonan George dan Arifin karena FIFA sudah menolaknya.
Andi sudah berdiskusi dengan Ketua Komite Normalisasi, Agum Gumelar, dan Ketua Umum Komite Olah raga Nasional Indonesia (KONI)/Komite Olimpiade Nasional (KOI), Rita Subowo. Selain itu, Ia juga sudah berkomunikasi dengan George Toisutta, Arifin Panigoro, serta kubu pengusungnya, Kelompok 78.
Andi mengakui, proses ini tidak akan berlangsung dengan cepat. Karena itu, Ia berharap, pihak-pihak yang berada pada sisi berlawanan dapat bersikap lebih fleksibel untuk memudahkan penyelesaian masalah ini.
Namun, Andi enggan menjawab apakah pihak yang dimaksud mengendurkan kengototannya adalah George, Arifin, dan Kelompok 78. “Semua harus kompromi. Tapi, ini tidak bisa sekali bicara. Harus komunikasi berkali-kali,” kata dia.
Ia mengatakan, masalah ini harus segera dituntaskan karena reformasi di tubuh PSSI harus berjalan. Bila pengurus baru belum terbentuk, maka reformasi di organisasi sepak bola Indoensia itu akan sulit dilakukan. “Pengurus lama sudah lengser, tapi pengurus baru belum terbentuk,” kata dia.
Agar dapat menggelar kongres lagi, Andi mengakui, Indonesia juga membutuhkan restu dari FIFA. Indonesia berpeluang menerima sanksi setelah amanat FIFA agar pengurus terbentuk paling lambat 21 Mei tidak terlaksana. Ia mengatakan, Indonesia tidak berhak menerima sanksi hanya lantaran ulah segelintir orang. “Sanksi ini dampaknya sangat luas. Karena itu, kami sangat menghindari sanksi,” kata dia.
Namun, Andi cukup optimistis Indonesia tidak akan menerima sanksi karena ulah segelintir orang. Saat ini, Pemerintah melalui Duta Besar RI untuk Swis, Joko Susilo, terus melakukan komunikasi dengan FIFA. “Banyak hal yang kita coba komunikasikan dengan FIFA. Tentu saja, kami paham FIFA juga sedang direpotkan dengan pemilihan Presiden,” kata dia.
Andi juga mengaku siap bila harus menemani Agum melakukan komunikasi dengan FIFA. Agum dan anggota Komite Normalisasi, Joko Driyono, dijadwalkan terbang ke Swis pada Jumat (27/5). “Tapi, harus dipastikan juga saya bisa bertemu Sepp Blatter (Presiden FIFA). Karena, beliau juga tengah berkunjung ke beberapa negera terkait Pemilu FIFA,” kata dia