Selasa 24 May 2011 19:48 WIB

Syafruddin Prawiranegara, Menteri yang Miskin (1): Bahkan Tak Punya Uang untuk Beli Gurita Bayinya

Syafruddin Prawiranegara,
Foto: voa-islam.com
Syafruddin Prawiranegara,

REPUBLIKA.CO.ID, "Ayahmu Menteri Keuangan, Icah," Lily menyeka matanya yang basah. "Ayah mengurusi uang negara, tetapi tidak punya uang untuk membeli gurita bagi adikmu, Khalid yang baru lahir. Kalau ibu tidak alami sendiri kejadian itu, ibu pasti bilang itu khayalan pengarang. Tapi ini nyata. Ayahmu sama sekali tak tergoda memaki uang negara, meski hanya untuk membeli sepotong kain gurita."

Kalimat di atas, merupakan ucapan yang disampaikan Teungku Halimah atau biasa dipanggil Lily, istri Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan pada era pemerintahan Soekarno.

Ucapan itu disampaikan Lily pada Aisyah atau Icah, puteri pertama Syafruddin Prawiranegara yang dikutif dari lembar pertama buku Presiden Prawiranegara, yang ditulis Akmal Nasery Basral.

Pada bagian lain dalam bukunya, Akmal juga menuliskan, jumlah harta Syafruddin Prawiranegara atau biasa dipanggil Puding itu, lebih miskin setelah menjadi Menteri Keuangan dan tinggal di Yogyakarta, dibandingkan saat menjabat Inspektur Pajak di Kediri.

Saat itu, masih dalam tulisan Akmal, menjadi menteri kabinet memang masih berkonotasi terjung langsung ke dalam perjuangan nyata, bukan simbol memasuki laingkaran elit dunia kapitalisme yang didominasi kuasa uang, kendaraan supermewah, serta beragam fasilitas kelas utama lainnya.

Syafruddin Prawiranegara, merupakan salah seorang kepercayaan Soekarno-Hatta, karena itu pernah dipercaya memegang jabatan penting, seperti Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran, Wakil Perdana Menteri dan diberi mandat untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Saat Balanda menyerang Yogyakarta pada 1948, Soekarno mengeluarkan dua mandat untuk mendirikan PDRI, yang pertama pada Syafruddin Prawiranegara yang waktu sedang berada di Bukittinggi, Sumatra Barat.

Mandat kedua diberikan pada AA Maramis, yang berada di New Delhi India. Maramis diminta mendirikan PDRI, jika Syafruddin tidak bisa melaksanakan mandat tersebut.

Syafruddin mendirikan PDRI bersama pejuang lainnya, seperti Teuku Hasan yang kemudian menjabat Wakil Ketua PDRI, Lukman Hakim, Sulaiman Effendi, Mananti Sitompul, Indracahya, Kolonel Hidayat dan Muhamad Nasrun.

Prawiranegara bersama para tokoh lainnya, menjalankan PDRI selama 207 hari, demi mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.

sumber : Sambas/Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement