REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Gerakan Reformasi Sepak Bola Indonesia (GRSNI) meminta kongres PSSI untuk dimajukan pelaksanaannya. Kelompok yang beranggontakan sejumlah pemiliki suara sah PSSI ini menilai pemajuan tanggal pelaksanaan kongres akan mencegah jatuhnya sanksi dari FIFA. Sebaliknya, agenda kongres yang hanya memiliki tempo satu hari dari tenggat waktu FIFA sangat kental motif politisnya.
“Hal ini untuk mengantisipasi kesalahan dalam pelaksanaan kongres. Sehingga jika terjadi kesalahan, maka masih ada waktu untuk melakukan perbaikan,” kata salah satu pengurus Pegda PSSI Nusa Tenggara Timur, Lambertus Tukan, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/6).
GRSNI juga mengecam pernyataan Ketua Komite Normalisasi (KN), Agum Gumelar, yang menyatakan kongres berlabel “luar biasa”. Menurut mereka, pernyataan sepihak KN menandakan adanya motif untuk membatasi pelaksanaan kongres.
Komite Normalisasi, kata Lambertus, telah mengambil wewenang yang seharusnya dimiliki para pemilik suara sah PSSI. Dia menilai pemilik suara adalah pemegang wewenang tertinggi, bukannya KN.
“Ini membuktikan bahwa mereka tidak terbuka dan tidak menghargai pemilik suara,” ujar salah satu perwakilan klub Nusaina, Sarluhut Napitupulu.
Pernyataan Agum soal kongres luar biasa juga dinilai GRSNI menunjukkan belum terjadinya perubahan KN. KN dituding masih mengedepankan sikap individunya sebagai pemimpin sidang. “Dalam kongres 20 Mei lalu, terlihat betul peran Agum yang dominan sebagai pimpinan sidang. Jika hal ini terjadi, maka hal yang sama (deadlock) dapat terjadi di kongres depan,” tukasnya.