REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kisruh perpolitikan nasional yang didalangi para politikus dinilai kalangan muda Muslim, tidak menjadi alasan bahwa kepemimpinan nasional perlu diserahkan kepada pemimpin agama. Para pemuda Muslim sepakat membiarkan kepimpinan nasional dipegang oleh para politikus.
Hasil survei yang dipublikasikan Lembaga Survei Indonesia (LSI), beberapa waktu lalu, menyebutkan sekitar 48,6 persen dari pemuda Muslim tidak menghendaki pemimpin agama menggantikan posisi para politikus. Para pemuda Muslim beralasan, pemimpin agama diharapkan menjadi panutan moral saja.
Karena itu, para pemuda beranggapan pemimpin agama tidak perlu terjun dalam kancah politik praktis. Mereka memandang bahwa hal tersebut dapat mengurangi aspek keteladanan para pemimpin agama saat mereka terkena sisi negatif dari politik.
Disebutkan pula dalam hasil riset, 71 persen pemuda memandang politik praktis merupakan ajang penuh konflik, menang sendiri dan penuh dengan tindakan pencarian popularitas. Hanya 5 persen dari pemuda yang menganggap politik memiliki sisi kebajikan.
Sebanyak 64 persen pemuda Muslim juga meyakini bahwa uang merupakan penentu keberhasilan karir politik seseorang. Pendapat itu senada dengan pernyataan sosiolog Indonesia, Koentjaraningrat yang dibukukan pada 1970. Dalam bukunya, dia mengatakan politik praktis berasal dari jalan pintas yang menjadi dasar fenomena pragmatism politik.