Kamis 23 Jun 2011 20:10 WIB

Wanita-Wanita Terkemuka: Maimunah binti Harits, Istri Terakhir Rasulullah

Red: cr01
Ilustrasi
Foto: dpudt-jogja.org
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Nama lengkapnya adalah Barrah binti Al-Harits bin Hazm bin Bujair bin Hazm bin Rabiah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah. Ibunya bernama Hindun binti Aus bin Zubai bin Harits bin Hamatsah bin Jarsy.

Dalam keluarganya, Maimunah termasuk dalam tiga bersaudara yang memeluk Islam. Ibnu Abbas meriwayatkan dari Rasulullah SAW, “Al-Mu’minah adalah tiga bersaudara, yaitu Maimunah, Ummu Fadhal, dan Asma’.”

Maimunah dilahirkan enam tahun sebelum masa kenabian, sehingga dia mengetahui saat-saat orang-orang hijrah ke Madinah. Dia banyak terpengaruh oleh peristiwa hijrah tersebut, dan juga banyak dipengaruhi kakak perempuannya, Ummu Fadhal, yang telah lebih dahulu memeluk Islam. Namun dia menyembunyikan keislamannya karena merasa bahwa lingkungannya tidak mendukung.

Tentang suaminya, banyak riwayat yang memperselisihkan, namun ada juga kesepakatan mereka tentang asal-usul suaminya yang berasal dan keluarga Abdul Uzza (Abu Lahab). Sebagian besar riwayat mengatakan nama suaminya adalah Abu Rahm bin Abdul-Uzza, seorang musyrik yang mati dalam keadaan syirik. Suaminya meninggalkan Maimunah sebagai janda pada usia 26 tahun.

Setelah suaminya meninggal, dengan leluasa Maimunah dapat menyatakan keimanan dan kecintaannya kepada Rasulullah. Sehingga dengan suka rela dia menyerahkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi. Dia adalah perempuan terakhir yang dinikahi Nabi SAW. Dan itu dilakukan pada tahun ketujuh Hijriyah dengan mahar 500 dirham.

Tentang penyerahan Maimunah kepada Nabi SAW ini telah dinyatakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman: "Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri- istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Ahzab: 50)

Maimunah tinggal bersama saudara perempuannya, Ummul Fadhal, istri Abbas bin Abdul Muththalib. Suatu ketika, kepada kakaknya, Maimunah menyatakan niat penyerahan dirinya kepada Rasulullah. Ummul Fadhal menyampaikan berita itu kepada suaminya sehingga Abbas pun mengabarkannya kepada Rasulullah.

Rasulullah mengutus seseorang kepada Abbas untuk meminang Maimunah. Betapa gembiranya perasaan Maimunah setelah mengetahui kesediaan Rasulullah menikahi dirinya.

Pada tahun berikutnya, setelah perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah bersama kaum Muslimin memasuki Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Sesuai dengan isi perjanjian Hudaibiyah, Nabi diizinkan untuk menetap di sana selama tiga hari.

Namun orang-orang Quraisy menolak permintaan Nabi dan kaum Muslimin untuk berdiam di sana lebih dari tiga hari. Kesempatan itu digunakan Rasulullah SAW untuk melangsungkan pernikahan dengan Maimunah. Setelah pernikahan itu, beliau dan kaum Muslimin meninggalkan Makkah.

Maimunah mulai memasuki kehidupan rumah tangga Rasulullah dan beliau menempatkannya di kamar tersendiri. Maimunah memperlakukan istri-istri beliau yang lain dengan baik dan penuh hormat dengan tujuan mendapatkan kerelaan hati beliau semata.

Tentang Maimunah, Aisyah pernah berkata. “Demi Allah, Maimunah adalah wanita yang baik kepada kami dan selalu menjaga silaturrahmi di antara kami.”

Dia dikenal dengan kezuhudannya, ketakwaannya, dan sikapnya yang selalu ingin mendekatkan diri kepada Allah. Ia juga diriwayatkan memiliki ilmu pengetahuan yang luas.

Pada masa pemerintahan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan, bertepatan dengan perjalanan kembali dari haji—di suatu tempat dekat Saraf—Maimunah merasa ajalnya sudah tiba. Ketika itu dia berusia 80 tahun, bertepatan dengan tahun ke-61 Hijriyah. Dia dimakamkan di tempat itu juga sebagaimana wasiat yang dia sampaikan.

Maimunah meriwayatkan sekitar 76 hadits dari Nabi SAW. Beberapa hadits yang diriwayatkannya telah ditakhrij dalam kitab hadits Bukhari-Muslim sekitar 13 hadits; 7 hadits sama-sama disepakati oleh kedua imam (muttafaq ‘alaih), satu hadits lainnya ditulis oleh Bukhari, dan 5 hadits lainnya ditulis oleh Muslim.

sumber : A'lamu An-Nisa dan sumber lainnya
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement