REPUBLIKA.CO.ID,MEDAN - Kasus perubuhan Masjid Al-Ikhlas, Medan, Sumatera Utara (Sumut), nampaknya makin mendapat perhatian serius dari pusat. Setelah rombongan Komisi I DPR melakukan peninjauan langsung ke lokasi masjid di Jalan Timor dan melakukan pertemuan dengan berbagai pihak terkait, giliran MUI Pusat dan anggota DPR Mutia Hafid melakukan kunjungan ke lapangan pada Jumat (1/7).
Dari sini, desakan agar Masjid Al-Ikhlas kembali dibangun di lokasi semula semakin kuat disuarakan. Bahkan, pihak MUI Pusat yang melakukan investigasi itu jelas-jelas menyatakan tindakan perubuhan masjid Al-Ikhlas oleh Kodam I dan pengembang itu sebagai suatu bathil. “Perobohon masjid Allah ini suatu yang bathil dan melanggar hukum,” tandas M Luthfie Hakim, investigator dari MUI Pusat, kepada Republika usai melaksanakan shalat Jumat bersama masyarakat di badan jalan bekas lokasi Masjid Al-Ikhlas.
Dari hasil pertemuannya dengan berbagai elemen masyarakat di lapangan, sangat kuat terlihat fakta adanya tindakan main hakim sendiri. Apalagi, dari kesaksian jamaah dan bekas pengurus masjid, rumah ibadah ini sudah berusia lebih 40 tahun.
“Dengan usia selama ini, sesuai dengan hukum kita, lepas dari status kepemilikan tanahnya, sesungguhnya masjid ini sudah menjadi sesuatu yang sah dimiliki oleh umat,” tandasnya. “Konklusi saya pribadi, masjid itu harus dibangun kembali.''
Hal senada juga dinyatakan Mutia Hafids, yang atas nama daerah pemilihannya sebagai anggota DPR dari Partai Golkar, mengecam tindakan main hakim sendiri tersebut. “Terlepas dari soal status tanahnya, masjid itu harus dibangun kembali di tempat semula,” tandasnya.