REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) membantah mantan wakil ketua MK Abdul Mukti Fadjar memanipulasi putusan MK. Ketua MK Mahfud MD, menegaskan, di MK tidak ada yang namanya surat atau putusan palsu. Kasus penetapan tahap ketiga yang melibatkan 16 caleg yang mengaku korban mafia pemilu, dinilai Mahfud merupakan persoalan yang sudah selesai sejak 2009 lalu.
Mahfud mengatakan, surat palsu di MK hanya satu kasus yang melibatkan mantan anggota KPU Andi Nurpati. Kasus itu sedang ditangani Panja Mafia Pemilu DPR dan Mabes Polri. "Saya nyatakan tidak ada lagi kasus surat palsu," jelas Mahfud di Gedung MK, Selasa (5/7).
Jurubicara MK Akil Muktar, mengatakan, tuduhan surat palsu yang dikeluarkan ke Mukti Fadjar itu tidak benar. Dijelaskannya, surat itu asli, namun implementasi yang salah. Hal itu dinilainya bukan lagi urusan MK, karena yang menjalankan KPU. Akil menegaskan, tidak ada konspirasi atau mafia, sebab putusan itu melalui forum rapat sembilan hakim MK. "Jadi itu bukan dibuat Pak Mukti Fajdar sendiri," katanya menerangkan.
Akil menyatakan, yang mempersoalkan kasus itu adalah mereka yang gagal dapat kursi di DPR. Mereka, ucap dia, pada 2009 menggugat kasusnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun hasilnya kalah sebab gugatannya tidak terbukti. "Dulu mereka sudah kalah di pengadilan, tapi sekarag kok malah ke MK?," ujar Akil penuh heran.
Sebelumnya, korban mafia pemilihan legislatif (pileg) 2009 sebanyak 16 caleg menuding oknum KPU dan Mahkamah Konstitusi (MK) terlibat dalam mafia pemilu. Jurubicara paguyuban korban mafia pemilu Soepriyadi Azhary, mengatakan, mantan wakil ketua MK Abdul Mukti Fadjar terlibat dalam konspirasi surat putusan MK. Akibatnya, ia dan 15 caleg lain gagal lolos ke Senayan.
Soepriyadi yang caleg Partai Hanura itu menuding Andi Nurpati dan Abdul Mukti Fajar memanipulasi aturan. "Saya yakin dia (Mukhti Fadjar) terlibat, karena dia yang mengeluarkan suratnya," katanya menjelaskan di Gedung MK, Senin (4/7).
Ia membeberkan bukti di antaranya, tertanggal 21 Agustus 2009, Abdul Mukti Fadjar mengumumkan, KPU harus melaksanakan 8 Amar Keputusan MK Nomor 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 tertanggal 10 Juni 2009. Pihaknya saat melakukan cross check ke KPU didapat namanya dan rekannya berjumlah 16 orang tercantum lolos. Ia mengaku, pendapatnya dikuatkan anggota KPU Putu Arthad.
Sepekan kemudian, kata Soepriyadi, ke-16 nama yang lolos itu hilang. Ia menduga, Mukti Fadjar yang memanipulasi keputusan MK tersebut (MK No. 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 tertanggal 10 Juni 2009), melalui surat yang hanya membutuhkan waktu sehari. Atas dasar itulah, pihaknya mengadu ke MK untuk mencari keadilan substantif.
Menurut dia, konsekuensi putusan KPU itu berakibat pada 18 kursi haram di DPR. Perinciannya, sebanyak 14 kursi dari Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim), serta 4 dari Sulawesi. Sehingga, pihaknya menyimpulkan adanya konspirasi penempatan caleg putaran ketiga yang dilakukan oknum KPU dan MK. "Nama kami hilang sebab jadi korban dari mafia putaran ketiga DPR yang seharusnya masuk," katanya menandaskan.