REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG - Prita Mulyasari (34), yang divonis enam bulan penjara oleh majelis hakim Mahkamah Agung, dalam kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Serpong, meminta agar tidak adanya eksekusi terhadap dirinya, karena khawatir mengganggu psikologis keluarga dan ketiga anaknya.
"Saya sangat berharap agar tidak ada eksekusi dalam proses hukum ini, karena akan menggangu psikologis keluarga dan anak saya," Prita Mulyasari ditemui dikediamannya di Jalan Kucica III No 3 RT 02/RW 11 Blok JG 8, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Ahad (10/7).
Pernyataan tersebut disampaikan, terkait informasi yang beredar bahwa Prita akan dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) paskakeluarnya putusan dari Mahkamah Agung. Ia berharap, penyelesaiakan kasus tersebut bisa dilakukan dengan cara musyawarah. Bukan dengan mengeksekusi dirinya secara paksa.
"Saya akan mengikuti proses hukum termasuk bila nanti di panggil Kejari. Tapi, tidak dengan membawa secara paksa," katanya.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Tangerang Riyadi secara terpisah menjelaskan, sampai saat ini belum menerima salinan putusan dalam kasus Prita Mulyasari dari Mahkamah Agung. Menurut Riyadi, jika salinan putusan dari MA itu diterima, berarti ada perintah untuk melaksanakan hukuman bagi prita termasuk melaksanakan eksekusi.
Mahkamah Agung telah mengabulkan kasasi JPU atas putusan Pengadilan Negeri Tangerang yang memvonis bebas Prita atas kasus pencemaran nama baik RS Omni, pada tahun 2009. Sebelumnya, JPU mengajukan tuntuan enam bulan penjara bagi Prita dan membayar denda Rp 204 juta. Vonis tersebut dijatuhkan manjelis hakim yang diketuai Zaharuddin Utama dengan anggota Salman Luthan dan Imam Harjadi, pada 30 Juni 2011.