Kamis 28 Jul 2011 09:50 WIB

Diplomat Diusir, Libya Kecam Inggris

Red: cr01
Kolonel Muammar Qaddafi.
Foto: guardian.co.uk
Kolonel Muammar Qaddafi.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI – Tripoli mengecam keputusan London yang mengakui kelompok perlawanan sebagai "satu-satunya otoritas pemerintahan" Libya, setelah langkah yang sama ditempuh Prancis dan AS.

Wakil Menteri Luar Negeri di bawah pemerintahan Qaddafi, Khaled Kaim, mengatakan, sikap seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah diplomatik internasional dan menunjukkan sikap tak bertanggung jawab.

"Keputusan yang ilegal, tidak bertanggung jawab dan bagi kami sangat mengejutkan karena terjadi pada pemerintahan Inggris. Bagaimana kalau negara lain juga (mengikuti), maka kemudian diplomasi internasional pasti kacau balau," kata Kaim di Tripoli, Kamis (28/7).

"Menurut saya, keputusan ini mencoreng (kredibilitas) Inggris. Libya bertekad membalikkan keputusan ini dengan melakukan gugatan di pengadilan Inggris dan internasional," tegas Kaim.

Inggris memutuskan mengusir seluruh diplomat di bawah Qaddafi yang berjumlah delapan orang dari negara itu.

Pejabat kepala misi diplomatik Libya di London, Khaled Benshaban, hanya diberi waktu tiga hari untuk berkemas sementara nasib diplomat Libya lainnya masih akan diputuskan "kasus per kasus".

Sementara itu, Dewan Peralihan Nasional (NTC), yang merupakan organisasi perlawanan terhadap Qaddafi, mengirim Mahmud Al-Naku—seorang penulis dan wartawan—sebagai duta besar Libya untuk London. Al-Naku mengaku sudah mengasingkan diri selama 33 tahun akibat sikap oposisinya terhadap rezim Qaddafi.

Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan, NTC telah menunjukkan komitmennya untuk 'Libya yang terbuka dan demokratis'. "Sangat berbeda dengan Qaddafi yang brutal terhadap rakyatnya dan menjadikannya kehilangan legitimasi," ujarnya.

Sikap serupa diambil AS dua pekan sebelumnya, dan saat ini AS telah menerima "permintaan resmi" dari NTC untuk pembukaan kembali kedutaan besar mereka di Washington. Menurut pejabat Kementerian Luar Negeri AS, permintaan itu masih dikaji.

Sementara itu, pertempuran terus berlangsung antara pasukan perlawanan dan tentara pro-Qaddafi, setelah berlangsung lima bulan sejak meletusnya aksi massa anti Qaddafi.

sumber : BBC
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement