REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Mantan panitera pengganti Mahkamah Konstitusi (MK), Zaenal Arifin Hoesein, diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya pada Senin (22/8). Zaenal Arifin pun mengakui telah membuat draf surat palsu MK tersebut.
"Kalau dikatakan Zaenal mendikte, iya, tapi dalam bentuk draf tapi tidak dikirim (ke KPU)," kata kuasa hukum Zaenal Arifin, Ahmad Rifai, yang ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Senin (22/8).
Zaenal mengakui draf itu memang mengarahkan dalam penambahan suara untuk Dewie Yasin Limpo. Namun, draf tersebut akan dikonsultasikan Zaenal Arifin kepada Ketua MK, Mahfud MD. Kemudian surat itu tidak jadi dibuat karena Ketua MK tidak ada dan lalu ditaruh di meja kerja Ketua MK.
Ahmad mengatakan Zaenal menunggu untuk mengkonsultasikan draf surat itu kepada Ketua MK pada tanggal 17 Agustus 2009. Karena itu, baru ada surat tertanggal 17 Agustus 2009.
Ia pun menegaskan Zaenal tidak mengeluarkan surat tertanggal 14 Agustus 2009 yang merupakan surat palsu penjelasan MK kepada KPU nomor 112 yang seharusnya keluar pada 17 Agustus 2009. Zaenal juga mengaku tidak pernah menandatangani surat tertanggal 14 Agustus 2009.
"Zaenal katakan tidak pernah keluarkan surat pada 14 Agustus 2009, yang ada surat tanggal 17 Agustus 2009. Polisi harusnya mengusut siapa di balik keluarnya surat tanggal 14 Agustus 2009," kelitnya.
Saat ditanya dengan demikian Zaenal Arifin telah merencanakan untuk merubah surat asli, Ahmad berkelit hukum tidak bisa seperti itu. Ia malah mengatakan Zaenal seharusnya menjadi pihak yang dilindungi karena sebagai orang yang dirugikan.
"Sudah melaporkan dan dipalsukan tandatangannya, malah jadi tersangka. Jangan karena buktinya minim, jangan karena sangkaan yang tidak maksimal kemudian dilimpahkan ke Zaenal," tegasnya.