REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Moratorium remisi bagi para koruptor ikut di apresiasi Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso. Hanya saja, ia mengkritik kebijakan itu.
Sebab kebijakan mengenai adanya remisi bagi koruptor pun dikeluarkan lewat peraturan pemerintah. "Artinya, pemerintah sendiri yang masukkan klausul-klausul koruptor, teroris masuk dalam remisi. Karena Peraturan Pemerintah (PP) merupakan kewenangan penuh presiden dan pemerintah, dan DPR tidak bisa punya kewenangan ke sana," katanya.
Selain Priyo, kritik pun keluar dari Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesian Corruption Watch (ICW), Febridiansyah. Ia mengatakan dalam jangka pendek memang hal tersebut harus segera dilakukan.
Tetapi presiden juga diingatkan agar memberikan penekanan pada sektor-sektor lainnya dalam penegakan hukum. Misalnya mendorong agar penuntutan terhadap koruptor dilakukan dengan maksimal. "Jangan hukuman maksimal 20 tahun tetapi dituntut hanya tiga tahun. ini efek jera macam apa? Ditambah adanya remisi," katanya.
Pengamat politik SIGI, Medrial Alamsyah, mengatakan diumumkannya moratorium remisi kepada koruptor dinilai terlambat dilakukan oleh presiden. Ia menilai adanya remisi koruptor sudah menjadi cercaan selama bertahun-tahun, tetapi baru mendapatkan respon sekarang. "Sekarang presiden dalam posisi sulit, maka hal itu diumumkan. Itu pun belum tentu juga terjadi. Jadi lebih baik beliau lakukan saja," katanya.