REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memastikan reshuffle akan dilakukan pada Oktober mendatang.
Menanggapi hal ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengingatkan presiden untuk menilik kembali kontrak koalisi baru yang telah ditandatangani partai politik yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab).
Wakil Sekjen PKS, Mahfudz Shiddiq, mengatakan sejak awal PKS menyatakan reshuffle menjadi urusan dan hak presiden. Hanya saja, ada aturan main yang sudah disepakati bersama. "Yang penting sudah ada di dalam kontrak koalisi bahwa kalau akan reshuffle, presiden akan berkomunikasi dengan pimpinan partai membicarakan dan menjelaskan hal itu," katanya saat ditemui, Jumat (23/9).
Kalaupun presiden memutuskan akan ada menteri yang berasal dari parpol, presiden akan meminta partai untuk mengajukan calonnya ke presiden. "Nah, itu saja dijalani," katanya. Hal ini berarti, komitmen yang sudah disepakati bersama itu sebaiknya dijalankan.
Karenanya, sampai saat ini PKS belum diajak berbicara langsung oleh SBY. Meskipun Mahfudz tidak menafikan kemungkinan obrolan itu akan terjadi di beberapa hari ke depan. Tetapi PKS menegaskan baru akan merespon dan mengambil langkah-langkah kalau presiden sudah berbicara langsung.
Ia kembali menegaskan, kalaupun akan ada perombakan dengan mengatasnamakan kinerja, maka evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh. Setidaknya dua level yang harus dikaji presiden. Level pertama berkaitan dengan kinerja kementerian dan lembaga. Level kedua yakni komunikasi dan koordinasi kementerian dan lembaga dengan para pimpinannya. Sebut saja para menteri koordinator, wakil presiden, dan presiden.
Dua level itulah yang perlu ikut menjadi bahan pertimbangan. Sebab, setahu Mahfudz, ada keluhan-keluhan mengenai pola dan sistem dalam pemerintahan itu. "Jadi, kalau evaluasi hanya di kalangan menteri saja, itu baru menyelesaikan 50 persen masalah," katanya.
PKS sendiri mengaku belum punya tawaran apa-apa untuk memperbaiki sistem tersebut. Ia mengakui reshuffle menjadi hak presiden sepenuhnya. "Itu tanggung jawab presiden. Dia yang lebih tahu untuk peningkatan efektifitas kinerja kabinetnya," tandasnya.