REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG - Operasi intelijen diminta tak melulu hanya memburu teroris. Sebaliknya, kasus bom bunuh diri seperti kejadian di Solo, Ahad (25/9), lebih fundamental daripada masalah intelijen.
"Operasi intelejen bukan berarti memburu teroris semata, tapi juga mengungkap dan menganalisa motif, tujuan dan dorongan semangat mengapa mereka melakukan (terorisme)," kata Ketua FPDIP di DPR, Tjahjo Kumolo.
Menurut dia, langkah pengungkapan dan analisa ini penting. Yaitu untuk membunuh 'semangat mereka' dan bukan membunuh fisik mereka semata.
Tjahjo juga berpendapat kasus bom bunuh diri di Solo, lebih fundamental daripada sekadar intelijen. Menurut dia, intelijen hanya instrumen dalam mendeteksi secara dini.
"Bom bunuh diri tempat ibadah adalah bukti adanya masalah mendasar," kata Tjahjo. Yaitu bahwa perintah konstitusi pasal 29 tidak dapat dilaksanakan oleh negara.
Dia menegaskan negara wajib melindungi hak setiap warga negara untuk menjalankan ibadahnya sesuai agama dan kepercayaannya. Negara pun harus sungguh-sungguh melindungi segenap bangsa Indonesia, apapun suku, agama, dan status sosialnya.
PDIP, tegas Tajhjo, mengutuk setiap tindak kekerasan mengatasnamakan agama. Lebih-lebih bom bunuh diri terhadap tempat-tempat ibadah.
"PDIP tidak tinggal diam atas persoalan yang menyobek kebangsaan Indonesia," ujar dia. Seluruh komponen partai, tambah Sekjen PDIP ini, bertekad aktif membantu polisi untuk menciptakan rasa aman bagi rakyat.