REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Dua ribu tahun setelah ditulis dan puluhan dekade sejak ditemukan di sebuah gua padang pasir, beberapa bagian Gulungan Laut Mati (Dead Sea Scrolls) yang terkenal di dunia, untuk pertama kalinya dipublikasikan di internet.
Proyek yang diluncurkan, Senin (26/7) ini merupakan hasil kerjasama Museum Nasional Israel dengan raksasa jejaring internet, Google.
Penampakan lima Gulungan Laut Mati di internet merupakan upaya para penjaga naskah—yang sempat dikritik karena membuat gulungan ini dimonopoli kalangan sarjana tertentu—untuk memperluas akses bagi semua kalangan melalui komputer.
Gulungan mencakup Alkitab Buku Yesaya, manuskrip yang dikenal sebagai Gulungan Kuil, dan tiga lainnya. Peselancar maya bisa mencari foto dengan bagian yang spesifik dari Gulungan Laut Mati beresolusi tinggi, memperbesar atau memperkecil gambar, serta menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris.
Kelima gulungan tersebut merupakan benda yang dibeli oleh para peneliti Israel antara tahun 1947-1967 dari tangan pedagang barang antik, setelah pertama kali ditemukan oleh penggembala Badui di Gurun Yudea.
Banyak pihak memperkirakan Gulungan Laut Mati sebagai benda arkeologi paling penting yang pernah ditemukan di abad ke-20. Gulungan ini diperkirakan ditulis atau dikumpulkan oleh sebuah sekte Yahudi yang melarikan diri dari Yerusalem ke Gurun Yudea 2.000 tahun lalu, dan menetap di Qumran yang ada di tepi Laut Mati.
Ratusan naskah yang selamat di gua-gua dekat situs, utuh ataupun tidak, telah menerangi perkembangan Alkitab Ibrani dan asal-usul kekristenan.