Ahad 02 Oct 2011 20:07 WIB

AS Kembali Tekan Kebijakan Mata Uang Cina

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ismail Lazarde
Dolar AS
Foto: Republika
Dolar AS

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kantor berita Cina mencemooh upaya anggota parlemen Amerika Serikat untuk kembali menekan kebijakan mata uangnya. Pasalnya, Senat AS memutuskan kembali menetapkan kebijakan countervailing terhadap negara-negara pemilik mata uang murah (undervalued) seperti Cina.

Countervailing merupakan kebijakan penerapan pungutan tambahan terhadap produk impor dari suatu negara. Artinya, AS menetapkan setiap barang impor Cina yang masuk ke Amerika akan dikenai pungutan tambahan. Pungutan tambahan tersebut bisa berupa cukai, pajak, dan sebagainya.

“Ini sudah praktek umum. Setiap kali ekonomi AS melambat, setiap kali mendekati Pemilu, kebijakan seperti ini diterapkan,” kata Xinhua seperti dikutip Reuters, Ahad (2/10). Seperti diketahui, beberapa saham di AS berguguran sejak Jumat (30/9) sebagai akibat krisis ekonomi di benua tersebut.

Selama ini, Cina menjaga kebijakan mata uangnya sedemikian rupa agar tetap murah. Akibatnya, tak heran bila dalam persaingan perdagangan internasional, Cina selalu menang. Barang-barang produksi Cina selalu lebih murah dari negara-negara lain, mulai dari murahnya biaya produksi hingga tenaga kerja.

Paket kebijakan ini menyebabkan perdagangan Cina selalu surplus. Sedangkan mitra dagangnya, terutama AS mengalami defisit. Artinya, Cina selalu lebih banyak mengekspor barang ke negara lain dibandingkan membeli barang (mengimpor).

Lalu, dengan kebijakan countervailing dan pencetakan mata uang dollar AS terus menerus mengakibatkan peredaran dolar AS di pasar menjadi besar-besaran. Akhirnya, konsumsi pasar pun meningkat sehingga mempercepat pemulihan ekonomi AS. Amerika juga menerapkan hukum supply demand untuk menurunkan nilai tukar uang mereka. Akibatnya harga produk-produk AS dapat menyaingi produk negara lain.

Anggota parlemen AS beranggapan mata uang Cina undervalued mencapai 25 – 40 persen. Produk-produk Cina di AS menyebabkan keuntungan yang tak adil bagi AS di pasar global, bahkan mengakibatkan jutaan pekerja di AS menganggur.

Xinhua menegaskan bahwa nilai tukar itu tak bisa disalahkan sebagai penyebab ketidakseimbangan perdagangan di AS, juga penyebab meningkatnya pengangguran di AS. “Kebijakan AS sangat tak bijaksana dan dangkal,” katanya.

Pada September 2011, posisi yuan sedikit melemah. Meskipun demikian, sejak musim gugur awal tahun ini, yuan tetap mengalami peningkatan hingga 3,19 persen terhadap dolar AS.

Pemerintah Cina di Beijing berulang kali mendesak anggota parlemen AS untuk tak memolitisasi perbedaan praktik nilai tukar Cina. Untuk menjadi sebuah ketetapan hukum, rancangan undang-undang (RUU) tersebut harus disahkan oleh senat dan DPR AS, selanjutnya ditandatangani Presiden Barrack Obama.

Untuk membahas itu, Cina dan AS melanjutkan pembicaraan diplomatiknya. Seorang pejabat Kementerian Keuangan AS akhir pekan lalu melakukan perjalanan ke Beijing untuk membahas kebijakan mata uang Cina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement