REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi pesimis reshuffle kabinet mampu meningkatkan kinerja pemerintahan dalam tiga tahun ke depan. Meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjanjikan perubahan gaya kepemimpinan dengan sering melakukan intervensi terhadap kebijakan menterinya.
Burhanuddin menilai itu sebagai janji belaka dan sulit terwujud. Sebab SBY terlanjur terjebak dikelilingi oleh menteri dari unsur parpol yang tidak berkompetensi. Apalagi jika benar terjadi pengurangan menteri dari parpol koalisi, ia memprediksi akan menimbulkan gejolak jalannya pemerintahan.
Sehingga SBY, ujarnya, pasti hanya berani menggeser menteri dari parpol, bukannya mencopotnya. "SBY terjerat dengan keputusannya sendiri memilih banyak menteri dari parpol. Sehingga menteri berkinerja buruk dari parpol koalisi pasti sulit diganti, hanya digeser," sebut Burhanuddin di gedung Jakarta Media Center, Rabu (5/10).
Menurut dia, kebijakan reshuffle yang dilakukan SBY bersifat setengah hati dan lebih bermuatan politik. Hal itu mengingat pergantian menteri bukan dilakukan atas dasar kinerja semata, melainkan ketaatan dalam mendukung pemerintah.
Ia menyontohkan, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, yang tidak mungkin didepak dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II.