REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Putusan bebas hakim dalam kasus korupsi kian marak dijatuhkan di pengadilan. Kasus terakhir hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Lampung, memvonis bebas terdakwa kasus korupsi bupati Lampung Timur nonaktif, Sartono pada Senin (17/10), dan mantan bupati Lampung Tengah, Andi Ahmad Sampurna Jaya, Rabu (19/10).
Komisi Yudisial (KY) meminta Mahkamah Agung (MA) tidak menutup mata maraknya putusan bebas kasus korupsi itu. Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar menyatakan, MA harus melakukan kajian vonis bebas tersebut. Pasalnya banyak bukti yang diabaikan hakim dalam persidangan.
Komisi Yudisial (KY) menyatakan sudah menerima pengaduan terhadap putusan bebas perkara korupsi di PN Tanjung Karang pada Kamis (20/10). "Ada fenomena apa ini? Sebaiknya MA melakukan kajian dan memeriksa hakim terkait putusan bebas kasus korupsi," kata Asep, Ahad (21/10).
Bupati Lampung Timur nonaktif, Satono dituntut jaksa dalam perkara korupsi APBD senilai Rp 119 miliar. Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa menyimpan dana kas daerah APBD Kabupaten Lampung Timur di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana, tidak terbukti secara sah melakukan tindakan melawan hukum.
Akibatnya dakwaan primer Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor tidak terbukti. Adapun, Andi Achmad, terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpanan dana APBD Lampung Tengah di BPR Tripanca Setiadana, yang merugikan negara senilai Rp 28 miliar.
Ketua majelis hakim Andreas Suharto, dalam persidangan mengatakan tidak ada satu pun fakta persidangan yang menunjukkan Andi Achmad merugikan negara. Padahal jaksa menjeratnya dengan tiga delik, primer, subsider, dan lebih subsider.
Dikatakan Asep, KY mengagendakan untuk mengkaji maraknya vonis bebas kasus korupsi sebagai bahan MA untuk menindak hakim nakal. Apalagi pasca dibentuknya pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di 33 provinsi, MA wajib melakukan pengawasan ketat.
Jika tidak, kasus bebasnya terdakwa korupsi, seperti wali kota Bekasi nonaktif Muchtar Mohammad di Pengadilan Tipikor Bandung bakal terulang. Asep mengatakan, selain MA dan KY, pihak yang berkepentingan menjaga pengadilan tipikor tetap berintegritas perlu ikut terlibat aktif melakukan kajian.
Menurut Asep, penyebab vonis bebas selama ini harus dipetakan guna mencegah terjadi kembali di kemudian hari. "Bagi kami, semua pihak yang berkepentingan perlu melakukan kajian agar menjaga kinerja pengadilan tipikor," katanya.
Dengan adanya dua vonis bebas korupsi di Tanjung Karang, praktis hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah membebaskan terdakwa kasus korupsi. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) melansir pasca lahirnya Undang-Undang Pengadilan Tipikor Tahun 2008, sebanyak 26 terdakwa kasus korupsi divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor.
Sebanyak 26 terdakwa korupsi yang divonis bebas atau lepas tersebut terdiri satu orang di Pengadilan Tipikor Jakarta, satu orang di Pengadilan Tipikor Semarang, 21 orang di Pengadilan Tipikor Surabaya, dan tiga di Pengadilan Tipikor Bandung.