Rabu 09 Nov 2011 15:03 WIB

Ketua MA: Tidak Ada Pembubaran Pengadilan Tipikor!

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Chairul Akhmad
Seorang terdakwa korupsi menjalani sidang di Pengadilan Tipikor.
Foto: Antara
Seorang terdakwa korupsi menjalani sidang di Pengadilan Tipikor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin Andi Tumpa, menolak ide pembubaran Pengadilan Tipikor daerah yang diwacanakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.

Menurut Harifin, orang yang mewacanakan itu tidak membaca Undang-Undang. Pihaknya juga tidak berkenan jika kasus korupsi hanya ditangani Pengadilan Tipikor Jakarta, dan disebutnya ide itu tidak masuk akal.

"Tidak ada pembubaran. Pengadilan Tipikor tetap jalan selama UU tidak diubah,” jelas Harifin di gedung MA, Rabu (9/11).

Menurutnya, apabila Pengadilan Tipikor daerah dibubarkan, dampaknya persidangan kasus korupsi sulit dilakukan. Padahal, UU memerintahkan selama dua tahun sejak Oktober 2009, MA harus membentuk Pengadilan Tipikor di 33 ibu kota provinsi. Karena itu, jika dibubarkan, maka semakin banyak perkara korupsi tidak tertangani.

Diterangkannya, banyak kasus yang terbengkalai apabila Pengadilan Tipikor di daerah dibubarkan atau ditunda pembentukannya. Koruptor yang harusnya disidangkan juga tertunda dan bisa bebas.

Kalau dipaksakan ditangani di Jakarta, pihaknya mempertanyakan biaya operasionalnya. Karena jika dari daerah terpencil harus datang ke ibukota, itu membutuhkan biaya besar. “Terus berapa banyak perkara yang harus dibawa ke Jakarta?” katanya.

Harifin menunjukkan tiga data Pengadilan Tipikor di Surabaya, Semarang, dan Bandung. Untuk di Surabaya, jumlah perkara yang masuk mencapai 142 kasus korupsi. Dari jumlah itu 72 kasus diputuskan, dan hanya 12 kasus yang terdakwanya dibebaskan.

Di Semarang ada 85 kasus korupsi, dan 51 kasus diputuskan dengan satu terdakwa bebas. Sedangkan, di Bandung dari 93 kasus yang ditangani, 46 kasus diputuskan dan empat terdakwa divonis bebas. Karena itu, pihaknya mempertanyakan mengapa Pengadilan Tipikor harus dibubarkan sebab vonis bebas hanya sedikit.

Untuk itu, pihaknya juga menolak jika MA dinilai tergesa-gesa dalam melakukan seleksi hakim Pengadilan Tipikor daerah dengan banyaknya putusan korupsi. Pasalnya, dalam seleksi tahap awal hanya mampu terjaring 27 hakim ad hoc.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement