REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai posisi wakil menteri mengacaukan jenjang karier kepegawaian lembaga negara. “Posisi ini tidak jelas apakah jabatan politik atau birokrasi,” cetus Mahfud saat membuka sidang uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 Pasal 10 tentang Kementerian Negara di gedung MK, Kamis (19/1).
Menurut Mahfud, ketidakjelasan posisi wakil menteri bisa karena yang melantik bukan menteri, melainkan presiden. Sehingga dalam pikiran hakim MK, wakil menteri diberi tugas sendiri dan keberadaannya karena kekuasaan yang bertentangan dengan aturan.
“Karena ada persoalan itu kami undang Ketua Pansus RUU Kementerian Negara Agun Gunandjar Sudarsa ke sidang,” ujar Mahfud.
Politisi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, UU Kementerian Negara memang pada awalnya diperuntukkan hanya untuk birokrat karier di kementerian bersangkutan. Hal itu tertuang dari percakapannya dengan mantan menteri Pendayagunaan Aparatu Negara dan Reformasi Birokrasi Taufiq Effendi yang menyatakan persyaratan kriteria wakil menteri untuk pejabat karier. Dicontohkannya adalah wakil menteri Luar Negeri yang diperuntukkan untuk pejabat karier.
Itu lantaran, imbuh Agun, di kalangan birokrasi muncul kecemburuan terhadap politisi yang menduduki posisi menteri dan duta besar yang sekarang didominasi para politisi. Padahal dulunya duta besar itu merupakan puncak karier pegawai negeri sipil (PNS). Adapun jumlah kabinet itu tidak bisa diubah tetap 34 orang, sehingga wakil menteri bukan bagian dari kabinet. “Inilah awal dibentuknya RUU Kementerian Negara,” kata Ketua Komisi II DPR tersebut.