REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Bentrokan yang terjadi dalam 24 jam lalu dilakukan dengan menggunakan senjata artileri berat terhadap beberapa desa di Damaskus dan provinsi Hama di Suriah tengah. Menurut tentara oposisi, serangan ini tak pernah terjadi sebelumnya. Bentrokan dilaporkan terjadi sampai jarak empat kilometer dari ibu kota Suriah dan berpotensi menambah jumlah para pembelot.
"Makin sering pemerintah mengerahkan tentara, makin banyak prajurit membelot," kata Ahmed al-Khatib, anggota dewan oposisi lokal di pinggiran Damaskus kepada AFP yang diberitakan Antara, Senin (30/1).
Beberapa sumber lain oposisi melaporkan pertempuran sengit di Rankus, 45 kilometer dari Damaskus. Selain itu, ada ketegangan yang terus meningkat di Hama, daerah yang terletak di bagian utara. "Rankus dikepung selama lima hari belakangan ini dan secara acak dibom sejak fajar oleh senjata artileri dan tank", kata anggota oposisi Abu Ali ar-Rankusi melalui telepon kepada AFP.
Di Hama, penembak gelap pro-pemerintah ditempatkan di atap bangunan, kata pegiat, sementara pasukan keamanan "meninggalkan banyak mayat dengan tangan terikat ke belakang tubuh mereka" di jalan di seluruh beberapa permukiman.
Selain 40 warga sipil, kelompok hak asasi manusia yang berpusat di London tersebut menyatakan 26 prajurit, lima lagi anggota pasukan keamanan dan sembilan tentara pembelot juga termasuk di antara korban tewas Ahad. Kelompok pengawas HAM itu mengatakan tentara pemerintah tersebut tewas dalam tiga serangan terpisah di wilayah Idlib, Suriah barat-laut, dan di dekat Damaskus, sementara media resmi melaporkan 16 prajurit tewas.
Puncak dari kerusuhan di Suriah itu, menurut sumber di PBB, sudah menewaskan 5.400 orang. Kejadian ini mendorong Liga Arab untuk membekukan misinya di Suriah pada Sabtu (28/1). Para menteri luar negeri Arab dijadwalkan bertemu di ibu kota Mesir, Kairo, pada 5 Februari guna mengkaji pembekukan misi tersebut, kata seorang pejabat Liga Arab.
Pemimpin Liga Arab Nabil al-Arabi, saat meninggalkan Kairo menuju PBB, mengatakan keputusan itu diambil setelah Damaskus lebih memilih untuk meningkatkan suhu kerusuhan, tapi Rusia mengutuk tindakan tersebut.