REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG – Saat membuka Konferensi Parlemen Negara-Negara Islam atau Parliamentary Union of the Organization of Islamic Cooperation (PUIC), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyoroti perkembangan dunia Islam di dunia.
"Muslim itu populasi terbesar di dunia. Namun, negara Muslim hanya mampu memproduksi kurang dari tujuh persen dari barang-barang yang beredar di dunia dan kurang dari 10 persen dari barang-barang ekspor di dunia," katanya di Palembang, Sumatera Selatan, Senin (30/1).
Tak hanya itu, dari 50 negara tertinggal dan yang memiliki hutang terbanyak di dunia, 22 negara diantaranya adalah negara Muslim. Hal ini, lanjutnya, perlu menjadi perhatian seluruh negara Muslim di dunia untuk bisa lebih mengintegrasikan diri dan menghadapi permasalahan global.
Presiden Yudhoyono meminta agar negara-negara Muslim tidak menutup mata terhadap tanda-tanda zaman. Negara-negara tersebut harus bisa beradaptasi dan memiliki keberanian. Apalagi dunia pada abad 21 ditandai dengan konektifitas dan keterbukaan sehingga perlu langkah antisipatif untuk menghadapinya.
"Kalau perubahan di dunia ini tidak disertai antisipasi, nanti bisa terjadi turbulensi besar. Kita harus melihat tuntutan masyarakat yang menginginkan standar hidup yang lebih baik," katanya.
Maka, negara-negara Muslim pun dituntut untuk memperkuat produktifitas rakyatnya karena mayoritas masyarakat Muslim menderita dalam kemiskinan.