REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER---TKI asal Kabupaten Jember, Jawa Timur, Vitria Depsi Wahyuni yang terindikasi menjadi korban praktik perdagangan manusia dan kini terancam hukuman seumur hidup di Singapura ternyata memiliki tiga identitas berbeda.
Kepala Bidang Catatan Sipil Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Jember, Joko Soponyono, mengatakan TKI asal Kecamatan Panti tersebut memiliki tiga identitas yang berbeda di kartu keluarga (KK), akta kelahiran dan paspor dengan nama orang tua yang berbeda juga. "Dalam dokumen yang ditemukan di Dispendukcapil, nama orang tua Vitria ada dua yakni Syamsul Arifin dan Syamsudin," tuturnya.
Menurut dia, tahun kelahiran Vitria juga tidak sama seperti pada KK tercatat tahun 1983, sedangkan akta kelahiran tercatat pada tahun 1986 dan pada paspor tercatat tahun 1992.
"Dalam penulisan di akta kelahiran juga terlihat adanya goresan penghapus atau tip-ex untuk mengganti tahun kelahiran, sehingga dugaan kuat akta tersebut dipalsukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," paparnya.
Selain itu, kata dia, huruf yang dipergunakan dalam akta kelahiran itu berbeda dengan huruf yang digunakan Dispendukcapil Jember, sehingga terlihat data asli tersebut sudah disamarkan dan diganti.
"Dalam dokumen itu, nama Vitria juga terdapat dua versi yakni menggunakan huruf 'F' (Fitria) dan huruf 'V' (Vitria), sehingga TKI asal Jember yang terancam hukuman seumur hidup itu menggunakan dokumen palsu saat berangkat menjadi TKI," katanya menjelaskan.
Dalam gelar kasus TKI Vitria untuk ketiga kalinya di ruang utama II Disnakertransduk Jatim terungkap bahwa TKI asal Jember itu berangkat ke Singapura dengan paspor 48 (paspor umum), bukan paspor 24 (paspor khusus TKI).
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jatim, Moch Cholily, menilai ada rekayasa dokumen dari perekrut paspor yang digunakan Vitria adalah paspor umum dengan visa kerja di Singapura, padahal seharusnya menggunakan paspor khusus (paspor TKI).
"Sindikat perekrutan Vitria sejak dari Jember hingga ke Singapura itu sudah jelas menyalahi UU 39/2004 tentang TKI, UU 21/2007 tentang Perdagangan Orang, dan UU 23/2003 tentang Perlindungan Anak. Sudah dipastikan itu kasus trafficking," tegas aktivis buruh migran asal Jember itu.