REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) setuju Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum digunakan kembali untuk Pemilu 2014 jika RUU Pemilu yang saat ini dibahas DPR RI menemui "deadlock" atau kebuntuan.
"Memang kalau macet, tidak ada kompromi terbaik di antara fraksi, satu-satunya opsi, ya kembali ke UU Pemilu 2008. Itu konsekuensi logis. Saya setuju dan mendukung," kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar usai membuka Workshop Lembaga Keuangan Mikro Koperasi Perempuan Kebangkitan Bangsa (Koper Bangsa) di Jakarta, Kamis.
Muhaimin mengatakan, jika memang kembali menggunakan UU Pemilu 2008, maka tinggal diperbaiki saja kelemahan yang ada di UU tersebut, misalnya, terkait sengketa penghitungan suara di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Muhaimin, UU Pemilu di Indonesia terlalu cepat diubah atau diganti, yakni setiap menjelang pelaksanaan pemilu.
"UU Pemilu kita terlalu cepat diubah atau diganti, padahal UU Pemilu itu justifikasinya tiga kali pemilu," katanya.
Sementara itu, anggota Panitia Kerja RUU Pemilu dari Fraksi PKB Anna Muawanah optimistis pembahasan RUU Pemilu akan selesai, meski saat ini masih terkesan alot untuk pasal-pasal krusial.
"Insya Allah mulus. Masih ada ruang untuk komunikasi," kata Anna yang juga Ketua Umum Pergerakan Perempuan Kebangkitan Bangsa (PPKB) itu.
Namun, lanjutnya, jika memang terpaksa tidak selesai Maret, maka ia sepakat UU Pemilu 2008 digunakan di Pemilu 2014. "Kalau tidak 'ngejar', UU yang dibahas sekarang bisa untuk 2019," katanya.
Wacana kembali ke UU Pemilu 2008 sebelumnya digulirkan Ketua DPP Partai Hanura Akbar Faizal dan Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani terkait lambannya pembahasan RUU Pemilu akibat perbedaan pandangan di antara fraksi.
Setidaknya ada empat poin krusial yang diperdebatkan, yaitu besaran parliamentary threshold (PT), jumlah daerah pemilihan, sistem pemilu, dan alokasi kursi per daerah pemilihan.