REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erdy Nasrul
Malang nian nasib F (34 tahun) seorang WNI yang sedang hamil empat bulan. Ia ditangkap aparat Bea Cukai dan Penindakan Penyelundupan Hangzou, Cina, awal Februari lalu, karena tertangkap tangan membawa 544 gram heroin.
Hukum di Cina tidak memperbolehkan memproses hukum wanita hamil. F akhirnya diserahkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Cina. Dia kemudian dijemput tim Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dipimpin Direktur Narkotika Alami, Sri Kuncoro Indro Pranoto, beberapa hari lalu.
Kini dia mendekam di tahanan BNN untuk menjalani proses penyidikan. "Statusnya kini sudah tersangka, sesuai dengan Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika Nomor 35/2009," papar Sri, saat dihubungi, Rabu (22/2).
Bukan pertama kali F menyelundupkan narkoba ke Cina. Hasil pemeriksaan sementara, dia pernah membawa masuk narkoba dalam jumlah besar melalui jalur udara dan darat. Narkoba diperolehnya dari sekelompok orang kulit hitam, diduga Nigeria, di Kuala Lumpur, Malaysia. Narkoba kemudian dibawanya melalui pesawat terbang yang mendarat di Hangzou.
"Ketika itu dia berhasil lolos dari pemeriksaan aparat," papar Sri. Narkoba kemudian dibawanya dengan menumpangi bus menuju Guangzhou, Cina Selatan, untuk diberikan kepada pemesan.
Kisah F terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkoba bermula dari kekisruhan rumah tangganya. "Dia ada masalah dengan keluarga," papar Sri. F kemudian kerap mendatangi Malaysia. Ternyata dia kerap berkumpul dengan warga kulit hitam. Ia lalu ipacari seorang pria kulit hitam yang diduga menjadi pemasok narkoba berbagai jenis.
Hubungan cinta keduanya semakin erat. Kisah cinta mereka berlanjut hingga berbuah kehamilan. Tak mungkin lagi bagi F untuk terlepas dari genggaman cinta pria tersebut. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan untuk memperdaya F. Dia dijadikan kurir narkoba lintas negara. Imbalannya tidak seberapa, hanya 500 US Dolar. Tak sebanding dengan risiko yang dialaminya jika ditangkap aparat.
Kehamilannya juga dimanfaatkan untuk dapat lolos dari jeratan proses hukum. Kondisi hamil itu kemudian digunakannya untuk membawa heroin senilai Rp 1 miliar lebih ke Negeri Tirai Bambu. Namun sayang, harapannya untuk lolos tidak tercapai. Dia ditangkap oleh aparat di sana.
Barang bukti heroin yang terbungkus plastik dan dibawanya di dalam tas membuatnya pasrah. Harapannya untuk terbebas dari proses hukum pun tidak terpenuhi, karena aparat menyerahkannya kepada KBRI. Kemudian dia ditangani aparat BNN untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pihak BNN akan mendalami lebih lanjut siapa pria kulit hitam yang diduga menjadi pemasok narkoba. Kemudian siapa yang akan menerima paket haram itu. "Lebih penting lagi adakah jaringannya di Indonesia. Kalau ada akan kita tangkap," ungkap Sri.
Sri menyatakan ini adalah modus baru perekrutan kurir narkoba. Wanita tidak hanya direbut hatinya, tapi juga dihamili. Hal ini bertujuan untuk menonjolkan rasa iba aparat ketika wanita yang menjadi kurir narkoba tertangkap.
Namun rasa iba bukanlah alasan untuk tidak menindak. Dia tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya mulai penyidikan hingga penuntutan. Sri menyatakan tidak kurang dari 59 WNI di Cina terlibat peredaran gelap narkoba.
Sejumlah 44 orang di antaranya adalah wanita. "Mereka terancam hukuman mati," jelasnya. Namun demikian, pemerintah Cina memberikan satu alternatif, yaitu penundaan hukuman mati selama dua tahun. Jika selama itu yang bersangkutan berbuat baik, mengakui perbuatannya, maka akan diringankan menjadi seumur hidup.