REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri dinilai perlu memiliki buku putih. Buku itu nanti berfungsi sebagai panduan seluruh diplomat dan jajaran pemerintahan mengenai kebijakan luar negeri Indonesia.
Dengan demikian tidak terjadi perbedaan sikap antardiplomat dan pejabat pemerintah. Gagasan itu disampaikan Presiden Yudhoyono saat memberikan arahan kepada para perwakilan Indonesia di luar negeri di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis.
"Tampaknya diperlukan semacam buku putih tentang kebijakan luar negeri yang dibuat untuk periode pemerintahan tetapi juga diupdate setiap tahun," kata Presiden. Menurut Presiden, buku putih itu akan berisi petunjuk mengenai kebijakan luar negeri Indonesia baik strategi, prioritas dan targetnya.
"Buku itu dipedomani dan dijalankan dubes dan diplomat dan juga oleh para menteri dan gubernur," katanya. Ia menambahkan bahwa saat ini banyak gubernur hadir di forum internasional.
Presiden berharap pandangan antarpejabat pemerintah atau diplomat segaris dengan kebijakan luar negeri yang didiplomasikan jajaran Kementerian Luar Negeri. Bila terdapat kebijakan berbeda antarpejabat pemerintah dan diplomat, kata Presiden, juga dapat membingungkan negara-negara sahabat.
Kepala Negara berharap Kementerian Luar Negeri dapat segera menyiapkan buku putih tersebut dalam waktu lebih kurang tiga bulan. Pada kesempatan yang sama Presiden juga meminta perwakilan Indonesia di luar negeri menghindari konflik internal kantor yang dapat menghambat kinerja.
Presiden secara khusus juga meminta Menteri Luar Negeri tidak ragu untuk menarik diplomat yang bermasalah. Sebelumnya Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan bahwa saat ini Indonesia memiliki 130 perwakilan di luar negeri, yang terdiri dari 118 perwakilan lama, 11 perwakilan baru dan dibukanya kembali Kedutaan Besar RI di Baghdad, Irak.
Menurut Menlu dengan adanya 130 perwakilan Indonesia di luar negeri serta Perserikatan Bangsa-Bangsa maka itu menunjukkan betapa luas jangkauan politik luar negeri Indonesia.