Ahad 26 Feb 2012 06:31 WIB

Praktisi Hukum: Premanisme Sulit untuk Diberantas

premanisme (ilustrasi)
premanisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  KAMPAR -- Praktisi hukum dari Pekanbaru, Abdul Heris Rusli, mengatakan, pemberantasan preman sebagaimana kini diserukan beberapa kalangan menghadapi situasi dilematis di lapangan.

"Keberadaan mereka kenyataannya relatif masih dibutuhkan secara informal, karena ada tawar menawar untuk pengamanan pekerjaan-pekerjaan tertentu, apakah proyek fisik, jasa-jasa hingga bisnis hiburan," katanya.

Ia mengatakan hal itu menyusul tertangkapnya Jhon Kei, salah satu pimpinan preman yang juga ditanggapi beragam oleh beberapa kalangan, juga pascaaksi pembunuhan tiga warga di RSPAD, Jakarta.

Bahkan, Abdul Heris Rusli yang kesehariannya sebagai advokat kondang di Pekanbaru, Provinsi Riau, mengaku pesimistis dengan upaya pemberantasan preman itu bisa mencapai hasil maksimal.

Pasalnya, menurutnya, fenomena preman dari dulu (sudah) ada, tidak akan berhenti. "Ibarat penyakit, suatu kali akan muncul, lalu kadang sembuh dan kumat lagi. Khusus premanisme ini, penyebabnya karena faktor ekonomi, kemiskinan dan pengangguran", ungkapnya.

Karenanya, ia tetap pesimis dengan kesungguhan pemberantasannya, terlebih hasil maksimal yang bisa dicapai. Abdul Heris Rusli mengatakan, preman (akan selalu) muncul (karena ada yang butuh) dan sulit diberantas.

"Apalagi  masih ada permintaan dan tawar menawar untuk memakai tenaga dan jasa mereka, seperti cukong-cukong yang memakainya untuk mengamankan berbagai usahanya," ungkapnya.

Bahkan ia menduga, tidak menutup kemungkinan sejumlah pejabat juga memakai jasa preman. "Sebab untuk pengamanan per individu, lebih gampang memakai jasa preman. Dan barangkali untuk hal sebegini, tidak mungkin memakai polisi atau tentara. Sebab tugas dan fungsi aparat bukan mengamankan kelompok-kelompok tertentu", ujarnya.

Secara terpisah, Kapolres Kampar, AKBP Trio Santoso, menanggapi normatif terhadap persoalan pemberantasan preman. "Dalam menanggapi penanganan perkara hukum, kita harus selalu berpedoman kepada aturan dan ketentuan hukum yang berlaku, tidak boleh dipengaruhi oleh opini yang berkembang," katanya.

Tegasnya, demikian Trio Santoso, segala upaya penegakkan hukum harus berdasarkan fakta dan alat bukti.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement