REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tudingan Menteri Agama Suryadharma Ali bahwa ada tujuan komersialisasi haji, menurut anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PDIP, Adang Ruchyatna, adalah pemikiran yang sempit. DPR hanya menginginkan agar ada satu badan yang berada langsung di bawah Presiden, seperti halnya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar bisa lebih profesional.
Badan haji itu menurutnya juga tidak mungkin diswastakan. “Kita ingin itu langsung di bawah presiden. Kalau dituding nanti akan menggunakan dana umat, kan selama ini Kementerian Agama (Kemenag) menggunakan dana umat dan juga dana APBN. Justru dana yang digunakan Kemenag selama ini yang tidak jelas," ujarnya, Selasa (28/2).
Tiap tahun Kemenag menggunakan APBN di luar dana yang dibayarkan oleh umat sebesar Rp 1 triliun lebih untuk mengurus haji 210 ribu jamaah. "Itu tak masuk akal untuk pelayanan seperti saat ini. Perusahaan ONH plus saja tidak menggunakan dana APBN, bisa untung kok. Kalau mau pake APBN dengan jumlah sebesar itu maka lebih baik haji digratiskan saja oleh pemerintah,” tegasnya.
Dia pun merasa heran dengan keteguhan Kemenag mempertahankan urusan haji dibawahnya dan menimbulkan pertanyaan besar. “Kemenag itu tugasnya banyak, kerukunan agama, kurikulum, itu tugas pokok mentri agama. Menag kebakaran jenggot, itu kita juga pertanyakan ada apa sih? Tak ada dunia, ada lembaga Negara yang menjadi regulator sekaligus operator. Kita bukan menuduh, KPK juga melihat itu juga. Itu rumusnya begitu,” ujar Adang.