Senin 05 Mar 2012 17:36 WIB

Dadong Irbarelawan Tegaskan Lagi, Fee Rp1,5 M untuk 'Trans1'

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Rekonstruksi kasus suap Kemenakertrans oleh para penyidik KPK
Foto: Republika
Rekonstruksi kasus suap Kemenakertrans oleh para penyidik KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) Dadong Irbarelawan kembali menegaskan peran mantan staf Menakertrans Muhaimin Iskandar, Fauzi dalam kasus yang menjeratnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/3). Peran Fauzi menurutnya adalah sebagai perantara uang fee dari kuasa PT Alam Jaya Papua Dharnawati sebesar Rp 1,5 miliar untuk Muhaimin.                           

 Dadong menceritakan soal asal usul bagaimana ia bisa terseret pada kasus itu. Kejadian bermula  pada bulan Maret 2011, Sesditjen P2KT Kemenakertrans, I Nyoman Suisnaya, atasannya, memanggil Dadong ke ruangannya untuk dikenalkan oleh tiga orang yang juga disebut-sebut terlibat pada kasus ini yaitu Ali Mudhori, Iskandar Pasajo alias Acoz, dan Sindu Malik.

Pada kesempatan itu, Nyoman mengatakan kepadanya bahwa mereka bertiga akan membantu program transmigrasi Kemenakertrans. Kemudian, I Nyoman mengatakan kepadanya bahwa proyek transmigrasi ini membutuhkan biaya yang mahal sehingga membutuhkan commitment fee atau komisi.

"Ini biaya mahal, karena ada commitmen fee 10 persen dari keseluruhan anggaran yang bisa mencapai Rp 1 triliun," kata Dadong mengutip pernyataan I Nyoman di Pengadilan TIndak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/3).

Dadong menjelaskan, berdasarkan keterangan I Nyoman, lima persen dari 10 persen fee itu diperuntukkan untuk Badan Anggaran (Banggar) DPR. Namun, Dadong tidak menyebut sisa fee-nya itu diperuntukkan untuk siapa.

Seiring berjalannya waktu, Dadong juga dikenalkan oleh pihak kuasa PT Alam Jaya Papua, Dharnawati. Di mana, perusahaan ini memenangkan proyek transmigrasi yang berada di Papua. Komitmen fee itu pun berasal dari PT Alam Jaya Papua.  Selain itu, Dadong juga dikenalkan oleh Dhani Nawasi, yang mengaku sebagai staf khusus presiden.

Pertemuan antara Dadong, Acoz, ALi Mudhori, Sindu Malik, Dharnawati, Dhani , dan I Nyoman pun kerap dilakukan. Pada pertemuan itu, Sindu Malik pernah menyampaikan jika PT Alam Jaya Papua ingin mendapatkan proyek maka harus memberikan fee sebesar 10 persen itu.

"Dhani Nawawi (yang menemani Dharnawati) pun marah-marah. Karena proyek belum dikerjakan tapi sudah dikenakan fee 10 persen," kata Dadong. Namun, lanjut Dhani, Sindu menanggapi santai kemarahan Dhani itu. SIndu berujar kalau tidak mau mendapatkan proyek itu tidak masalah.

Pada bulan Agustus 2011, sebagian fee itu dicairkan. Dharnawati menelponnya bahwa uang fee sebesar Rp 1,5 miliar itu akan diberikan dalam kardus duren. Fauzi, yang merupakan staf Muhaimin itu yang akan mengambilnya. Namun, pada saat itu, Fauzi tidak hadir. Sehingga membuat Dadong yang terpaksa mengambilnya.

Saat ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK mengapa harus Fauzi yang harus mengambilnya, Dadong menjelaskan bahwa itu merupakan arahan dari I Nyoman dan Sindu Malik. Karena dari awal rencananya memang yang bertugas mengambil adalah Fauzi.

"Sindu Malik bilang begitu. Uangnya dikasih ke Fauzi nanti buat Trans 1. Fauzi juga setahu saja juga mengatakan demikian," kata Dadong.

Saat ditanya JPU, siapakah 'Trans 1' itu, Dadong menjawab bahwa ia adalah Menakertrans Muhaimin Iskandar."Transi 1 itu setahu saya ya Pak Menteri," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement