REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Kedatangan mantan Sekjen PBB, Kofi Annan ke Suriah untuk mencari solusi krisis Suriah dianggap buang waktu. Pasalnya, Annan datang untuk berkonsinyasi dengan Presiden Suriah, Bashar Assad. Sedangkan menurut pengamat, hal itu sangat mustahil dilakukan.
Kedatangan diplomat asal Ghana itu ke Suriah disambut baik oleh Deputi Menteri Luar Negeri Suriah, Faisal Mekdad, di Bandara Damaskus. Keduanya kemudian bertolak ke hotel sebelum bertemu Presiden Suriah. Kedatangan Annan, menurut Sekjen PBB, Ban Ki-Moon, untuk menghentikan segala kekerasan yang ada di Suriah, dengan cara genjatan senjata. Jika genjatan senjata tak dapat disepakati kedua pihak, kata Ban, maka pasukan pemerintah harus mengawali penghentian serangan. Kemudian baru diikuti oleh pihak oposisi.
Direktur Eksekutif Prakarsa Reformasi Arab, Bassma Kodmani yakin, usaha menjalin kerjasama dengan Assad tak akan menghasilkan apapun. "Mencoba untuk mendapatkan koorperasi dengan Assad adalah buang-buang waktu," ujarnya kepada Reuters.
Karenanya, diplomat 73 tahun itu diharapkan dapat bertemu pimpinan oposisi sebelum meninggalkan Suriah. Seperti dikatakan Ban, telah direncanakan Annan akan bertemu pimpinan dari pihak oposisi pada Ahad, (11/3). Namun, menurut wartawan BBC, Jon Donnison yang berada di Beirut, tak jelas apakah Annan akan dapat bertemu para pemimpin oposisi Suriah.
Namun, banyak harapan yang diletakkan di pundak Annan untuk menghentikan krisis Suriah. Pasalnya, krisis telah berlarut dan tak kunjung usai. Bahkan, kasus terakhir terjadi Jum'at kemarin yang menyebabkan 77 orang tewas. Korban tersebut yakni 26 tewas di Homs, 28 di Idlib, enam di Deraa, empat di Hama, sembilan di sekitar Damaskus, dan dua di Latakia (Bokamal dan Aleppo).