REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kerentanan tanah akibat banyaknya lahan kritis menjadi faktor utama meningkatnya frekuensi bencana alam di wilayah Bogor dan sekitarnya. Peneliti senior Pusat Pengkajian dan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM-IPB, Ernan Rustiadi, mengatakan kerentanan tanah ini menjadi faktor utama karena curah hujan di wilayah Bogor dan sekitarnya relatif tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Akibatnya, dengan intensitas hujan yang sama, dampak bencana alam seperti banjir dan tanah longsor yang ditimbulkan semakin luas. "Curah hujannya sama, tapi frekuensi bencana alamnya terus bertambah," kata dia, Ahad (11/3).
Data yang dimiliki P4W menyebutkan, frekuensi bencana tanah longsor di wilayah Jabodetabek meningkat tajam sejak satu dekade terakhir. Pada tahun 2000, jumlah desa yang mengalami tanah longsor hanya sejumlah 26 desa. Namun, pada tahun 2008, jumlah meningkat menjadi 305 desa dalam setahun. "Trennya terus mengalami kenaikan," ujarnya.
Lonjakan yang lebih signifikan tercatat pada frekuensi bencana banjir di wilayah Jabodetabek. Pada tahun 2000, ada 102 desa yang direndam banjir. Namun, pada tahun 2008 jumlah meningkat drastis menjadi 644 desa. "Wilayah Bogor ini berkontribusi sekitar 40 persen terhadap banjir di wilayah Jabodetabek," kata dia.