REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -— Tentara Amerika Serikat (AS) pembantai 16 warga Afghanistan telah ditangkap akhir pekan lalu. Tentara tersebut adalah seorang ayah dua anak berumur 38 tahun dan berasal dari Washington. Namun, hingga kini militer AS tetap menyembunyikan nama tersangka.
Para pejabat militer AS melalui Juru bicara Pentagon, George Little, berdalih tidak bisa mengungkapkan nama pelaku sampai tuntutan diajukan. Meski demikian, para ahli militer mengatakan kasus ini tampaknya tidak biasa.
"Ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam pengalaman saya. Ini sangat aneh," kata Eugene Fidell, dosen yang mengajar hukum militer di Yale University. Menurut Fidell, kemungkinan militer menutupi nama tersangka karena memastikan keselamatan keluarga prajurit.
Bukan hanya publik, keluarga tentara pun dibatasi akses informasinya. Seorang istri dari sersan staf di batalion yang sama dengan tersangka, Jill Barber mengatakan mengetahui informasi penembakan dari berita yang ada di televisi. Suami Barber tidak diizinkan untuk menelopon selama lebih dari satu hari dan tentara akan mendapat masalah jika membicarakannya.
“Mereka menutup segala sesuatu, aku bahkan tidak tahu tentang hal itu. Mereka tidak diperbolehkan untuk berkata apa-apa,” katanya.
Ini khas bagi militer mengontrol ketat komunikasi setelah adanya penembakan yang mengakibatkan kematian atau cedera. Mereka menutup akses internet dan telepon di zona tempur selama 24 jam. Jika seorang tentara terluka tetapi tidak mengancam jiwanya, para pejabat militer memperbolehkan tentara tersebut untuk menelepon keluarga.