REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Israel mengancam akan menindak tegas gerakan Global March to Jerussalem setibanya di Israel 30 Maret mendatang. Peringatan itu dikeluarkan langsung pemerintah zionis Israel pada akhir pekan kemarin.
Israel telah memperingatkan bahwa kekerasan akan diterima massa pro-Palestina yang tergabung dalam Global March to Jerussalem. Dalam laman web berita milik Israel, israelhayom.com, Ahad (25/3), Pemerintah Israel lewat Departemen Pertahanan Israel sedang mempersiapkan tindakan tersebut.
Israel bahkan telah mengirim pesan peringatan tersebut ke Mesir, Yordania, Suriah, Libanon dan Otoritas Palestina. Seorang pejabat pertahanan Israel yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, kepada media Israel Hayom, bahwa ancaman aksi kekerasan terbesar muncul dari wilayah perbatasan Israel.
"Israel akan membela perbatasannya dengan cara apapun," kata seorang pejabat Israel tersebut.
Israel menuduh kelompok Hizbullah akan menyusup dalam kelompok Global March to Jerusalem dan akan dijadikan target kekerasan. Pemerintah zionis juga akan mempersiapkan aksi militernya di perbatasan Suriah dan Mesir.
Sumber Pertahanan Israel juga mengklaim bahwa Iran mendomplengi gerakan ini. Tuduhan Israel ini bersumber dari keterlibatan Iran dengan kelompok pejuang Islam. Seperti Hamas, Ikhwanul Muslimin, Hizbullah dan Jihad Islam.
Aktivis perdamaian pro Palestina dari seluruh dunia yang tergabung dalam Global March to Jerussalem, rencananya akan tiba di Palestina, Jumat (30/3) mendatang. Kehadiran para aktivis perdamaian ini dalam rangka menunjukkan dukungan mereka terhadap status Palestina sebagai negara merdeka.
Pada 30 Maret mendatang para aktivis memperingati hari dimana zionis Israel merampas tanah milik warga Palestina pada 1976 silam. Pada tanggal ini pula diperingati sebagai hari aksi solidaritas dunia bagi Palestina.
Menurut media Arab, lebih dari 50 ribu pengunjuk rasa diperkirakan akan ikut serta dalam Golbal March to Jerussalem. Sebelumnya, penyelenggara Global March to Jerusalem mengatakan, gerakan tersebut akan menjadi "aksi tanpa kekerasan." Namun pejabat Israel tidak mempercayainya dan tetap akan melakukan aksi militer terhadap gerakan ini.