Senin 26 Mar 2012 11:20 WIB

Dampak Kenaikan BBM, Nelayan di Jabar Menjerit

Rep: lilis sri handayani, arie lukihardianti, palupi annisa auliani / Red: M Irwan Ariefyanto
Nelayan mengangkat keranjang berisi ikan hasil tangkapan mereka. (ilustrasi).
Foto: Antara/Arief Priyono
Nelayan mengangkat keranjang berisi ikan hasil tangkapan mereka. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,Baru satu bulan gelombang tinggi dan cuaca buruk di lautan menghilang dan para nelayan kembali melaut. Melimpahnya hasil tangkapan, diharapkan mampu menebus masa paceklik sepanjang musim baratan.

Namun, harapan hanya tinggal harapan. Gempuran ikan impor yang bahkan menguasai pasar tradisional di sentra kelautan, membuat harga hasil tangkapan nelayan jatuh. Keuntungan nelayan pun sangat minim.

Baru usai balada ikan impor, kini datang lagi 'badai' yang lain. Yaitu naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). "Pemerintah sangat tidak peduli dengan nasib nelayan," keluh nelayan tradisional Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Waskudi (38 tahun).

Sebelum BBM naik, penghasilan Waskudi hanya Rp 500 ribu. Dipotong modal dan biaya melaut, keuntungannya Rp 200 ribu. Itu pun masih harus dibagi oleh empat teman yang melaut bersamanya.

Nelayan lain, Haryono (45), mengatakan kenaikan harga BBM akan membuat modal melaut membengkak. Sementara, tak ada standardisasi harga ikan, apapun situasi, iklim, dan kondisi biaya modal.

Maka, lengkap sudah rentetan kalimat bernada keluhan para nelayan. "Modal melaut tambah besar, harga jual ikan rendah, harga BBM naik, harga sembako juga pasti ikut naik. Nasib nelayan benar-benar merana,’’ kata Haryono.

Ketua Serikat nelayan Tradisional (SNT), Kajidin, mengaku geram dengan rencana Pemerintah menaikkan harga BBM. Tak hanya menambah biaya melaut dan menurunkan daya beli, kebijakan itu juga bakal menambah angka pengangguran.

Nelayan tradisional, kata Kajidin, tak akan bisa melaut jika modal yang dibutuhkan semakin besar. Untuk nelayan berusia muda, masih ada kesempatan menjadi anak buah kapal pada kapal besar. Namun bagi nelayan yang sudah berumur, tak ada alternatif itu.

Saat ini, di Kabupaten Indramayu ada sekitar 2.700 nelayan tradisional. Rata-rata, mereka tidak berpendidikan formal. Keahlian selain melautpun tiada. "Paling bisanya jadi tukang becak,’’ ujar Kajidin.

Imbas kenaikan harga BBM diperkirakan bakal menghantam 90 persen dari sekurangnya 120 ribu nelayan Jawa Barat. "Di Jabar mayoritas nelayan kecil," ujar Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat, Ahmad Hadadi. Bagi mereka, bila ongkos melaut melebihi harga jual tang kapan, maka pilihannya adalah tidak mengangkat sauh. Mayoritas nelayan di Jawa Barat rata-rata mengandalkan kapal kecil, yang melaut sejauhjauhnya empat mil.

Namun, Hadadi mengatakan harapan nelayan tidak semuanya padam. Nelayan yang tak bisa melaut lagi, bisa dialihkan ke budi daya ikan, termasuk tambak. Potensi tambak di Jawa Barat masih terbentang. Di Pantura saja, sebut dia, dari 75 ribu hektare tambak, baru digarap 40 persen.

Harapannya, angka pengangguran pun tak benar-benar meledak setelah harga BBM naik. Setidaknya, kata Hadadi, setiap hektare tambak butuh te naga kerja dua sampai tiga orang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement