Jumat 30 Mar 2012 22:00 WIB

Raja Romawi dan Musuh Berakhlak Agung

Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ibnu Abbas RA berkata bahwa Abu Sufyan bin Harb bercerita kepadanya, bahwa Heraclius -- Raja Rumawi Timur yang memerintah tahun 610 – 630 M --  berkirim surat kepada Abu Sufyan. Sang raja menyuruhnya datang ke Syam bersama kafilah saudagar Quraisy.

Waktu itu, Rasulullah SAW sedang dalam perjanjian damai dengan Abu Sufyan dan dengan orang-orang kafir Quraisy. Perjanjian damai itu dikenal sebagai Perjanjian Hudaibiyah yang dibuat tahun 6 H.

Mereka datang menghadap Heraclius di Ilia -- Baitul Maqdis, Jerusaalem. Abu Sufyan dan romobongan diterima Heraclius dan pembesar-pembesar Rumawi. Heraclius memanggil orang-orang Quraisy itu beserta Jurubahasanya.

Heraclius berkata, "Siapa di antara Anda yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan laki-laki yang mengaku dirinya Nabi itu?"

"Saya ! Saya keluarga terdekat dengannya," jawab Abu Sufyan.

''Suruh dekat-dekatlah dia kepadaku. Dan suruh pula para sahabatnya duduk di belakangnya".

Kemudian berkata Heraclius kepada juru bahasa, "Katakan kepada mereka bahwa saya akan bertanya kepada orang ini (Abu Sufyan). Jika dia berdusta, suruhlah mereka mengatakan bahwa dia dusta".

"Demi Allah ! Jika tidaklah aku takut akan mendapat malu, karena aku dikatakan dusta, niscaya maulah aku berdusta," kata Abu Sufyan.

"Bagaimanakah turunannya di kalanganmu?" tanya Heraclius.

"Dia turunan bangsawan di kalangan Kami".

"Pernahkah orang lain sebelumnya mengumandangkan apa yang telah dikumandangkannya?" tanya Heraclius lagi.

"Tidak pernah".

"Adakah di antara nenek moyangnya yang menjadi Raja?"

"Tidak!" jawab Abu Sufyan.

"Apakah pengikutnya terdiri dari orang-orang mulia ataukah orang-orang biasa?" tanya Heraclius.

"Hanya terdiri dari orang biasa-orang biasa".

"Apakah pengikutnya semakin bertambah atau berkurang?"

"Bahkan selalu bertambah".

''Adakah mereka yang Murtad, karena mereka benci kepada agama yang dipeluknya itu?"

"Tidak !"

Heraclius, "Adakah yang menaruh curiga kepadanya dia berdusta sebelum dia mengumandangkan ucapan yang diucapkannya sekarang ?"

"Tidak !"

"Pernahkan dia melanggar janji?"

"Tidak! dan sekarang, kami sedang dalam perjanjian damai dengan dia. Kami tidak tahu apa yang akan diperbuatnya dengan perjanjian itu," kata Abu Sufyan. "Tidak dapat aku menambahkan kalimat lain agak sedikitpun selain kalimat itu (Jawab Abu Sufyan tidak dicukupkanya saja dengan kata "Tidak", tetapi ditambahkannya bahwa ia tidak tahu apakah Nabi Muhammad masih setia kepada janjinya atau tidak. Seakan-akan terbayang baginya kalau-kalau Nabi Muhammad melanggar janji setelah meninggalkan Mekkah).

Heraclius, "Pernahkah kamu berperang dengannya ?"

"Pernah."

"Bagaimana peperanganmu itu?"

''Kami kalah dan menang silih berganti. Dikalahkannya kami dan kami kalahkan pula dia."

''Apakah yang diperintahkannya (Muhammad SAW) kepada kamu sekalian?"

"Dia menyuruh kami menyembah Allah semata-mata, dan jangan mempersekutukan-Nya. Tinggalkan apa yang diajarkan nenek moyangmu! Disuruhnya kami menegakkan Shalat, berlaku jujur, sopan (teguh hati) dan mempererat persaudaraan".

                                                                            ****

Heraclius berkata kepada jurubahasanya, "Katakan kepadanya (AbuSufyan), saya tanyakan kepadamu tentang turunannya (Muhammad), kamu jawab dia bangsawan tinggi. Begitulah Rasul-rasul yang terdahulu, diutus dari kalangan bangsawan tinggi kaumnya".

"Adakah salah seorang di antara kamu yang pernah mengumandangkann ucapan sebagai yang diucapkannya sekarang?" Jawabmu, Tidak.

Kalau ada seseorang yang pernah mengumandangkan ucapan yang diucapkannya sekarang, niscaya aku katakan, "Dia meniru-niru ucapan yang diucapkan orang dahulu itu".

Saya tanyakan, "Adakah di antara nenek moyangnya yang jadi raja?" Jawabmu, Tidak Ada.

Kalau ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja, niscaya kukatakan, "Dia hendak menuntut kembali kerajaan nenek moyangnya".

Saya tanyakan, "Adakah kamu menaruh curiga kepadanya bahwa ia dusta, sebelum ia mengucapkan apa yang ia ucapkannya sekarang ?" Jawabmu, Tidak.

Saya yakin, dia tidak akan berdusta terhadap manusia apalagi kepada Allah.

Saya tanyakan, "Apakah pengikutnya terdiri dari orang-orang mulia ataukah orang-orang biasa ?" Jawabmu, Orang-orang biasa.

Memang, mereka jualah yang menjadi pengikut Rasul-rasul.

Saya tanyakan, "Apakah pengikutnya bertambah banyak atau semakin kurang ?" Jawabmu, Mereka bertambah banyak. Begitulah halnya IMAN hingga sempurna.

Saya tanyakan, Adakah di antara mereka yang murtad karena benci kepada agama yang dipeluknya, setelah mereka masuk ke dalamnya ?" Kamu jawab, Tidak .

Begitulah Iman, apabila ia telah mendarah-daging sampai ke jantung-hati.

Saya tanyakan, "adakah ia melanggar janji ?" Kamu jawab, Tidak.

Begitu jualah segala Rasul-rasul yang terdahulu, mereka tidak suka melanggar janji. Saya tanyakan, "Apakah yang disuruhkanya kepada kamu sekalian ?"

Kamu jawab, Ia menyuruh menyembah Allah semata-mata, dan melarang mempersekutukan-Nya. Dilarang pula menyembah berhala, disuruhnya menegakkan shalat, berlaku jujur dan sopan (teguh hati).

“Jika yang kamu terangkan itu betul semuanya, niscaya dia akan memerintah sampai ketempat aku berpijak di kedua telapak kakiku ini. Sesungguhnya aku telah tahu bahwa ia akan lahir. Tetapi aku tidak mengira bahwa dia akan lahir diantara kamu sekalian. Sekiranya aku yakin akan dapat bertemu dengannya, walaupun dengan susah payah aku akan berusaha datang menemuinya. Kalau aku telah berada di dekatnya, akan kucuci kedua telapak kakinya,'' ujar Heraclius.

                                                                             ***

Kisah ini sebenarnya masih berlanjut kepada surat yang diberikan Rasulullah kepada Heraclius untuk ikut kedalam keislaman. Dan seterusnya walaupun pada akhirnya Heraclius menyangkal secara tindakan dikarenakan para pembesar Romawi yang tidak mau beriman, namun didasar hatinya dia telah mengakui kehadiran Nabi Muhamad sebagai utusan Allah SWT.

Subhanallah, walhamdulillah, wa laillaha illallah, wallahu akbar. Begitulah riwayat keagungan akhlak Nabi Muhammad, Rasulullah SAW. Tidak hanya mendamaikan hati para sahabat, dan ummatnya saja, tetapi keagungannya sekaligus menggetarkan musuh sampai ke hati sanubarinya.

Beliau begitu dihormati oleh kawan maupun lawan. Saat ini kita sangatlah rindu akan pemimpin berakhlak mulia, kita mendambakan pemimpin yang benar-benar mencontoh beliau.

Salam alaika wahai Rasul, salam alaika habib Alloh, rindu kami padamu. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah saw, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga yaumil akhir.

Aamiin Ya Rabb Al Amin.

Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik disisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

Ustaz Erick Yusuf: pemrakarsa Training iHAQi – Integrated Human Quotient

twitter: @erickyusuf

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement