REPUBLIKA.CO.ID, Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Al-Rafi’i berpedapat, “Jika seseorang mengakhirkan aqiqah sampai usia baligh, maka gugurlah kewajiban aqiqah baginya.”
Sedang Al-Qafal dan Al-Syasyi menganjurkan untuk tetap melaksanakannya.
Mengenai pendapat tentang keharusan untuk mengaqiqahi dirinya sendiri setelah dewasa bilamana dia telah mampu sebagaimana hadits Nabi SAW yang bersabda, “Aqiqahilah untuk dirinya sendiri setelah kelahirannya,” menurut Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya Al-Jami’ fi Fiqhi an-Nisa’, tidak bisa dibenarkan.
Alasannya, kata Syekh Kamil, hadits di atas dinyatakan oleh Imam Baihaqi sebagai hadis munkar, karena di sana terdapat periwayat hadits yang bernama Abdullah bin Muharrar yang telah disepakati oleh para ahli hadits atas kedhaifannya (lemah).
Imam Hanafi dan para pengikutnya menyatakan, kebolehan menyatukan aqiqah dengan kurban saat Idul Adha. Hewan itu selain kurban juga untuk aqiqah, sebagaimana disunahkan mandi Jumat sekali saja, jika lebaran (Idul Fitri atau Idul Adha) pada hari Jumat.
Bagaimana bila tidak mampu untuk beraqiqah? Dalam masalah ini, Syekh Kamil berpendapat, tidak mengapa, sebab hukum aqiqah itu hanya sunnah mu’akkad dan itu jika mampu. Apabila tidak mampu, tidak apa-apa. Wallahu a’lam.