REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, Sabtu (21/4), membantah tuduhan bahwa ia berusaha mengobarkan perpecahan sektarian di Irak. Erdogan juga membantah bahwa ia menuduh timpalannya dari Irak berusaha meraih 'prestise' dengan meningkatkan perang kata-kata antara kedua negara bertetangga itu.
Pertikaian meningkat ketika Erdogan menuduh Perdana Menteri Irak, Nuri al-Maliki, bertindak dengan mementingkan diri sendiri. Erdogan menuding al Maliki menghasut ketegangan antara pemeluk Syiah, Sunni dan masyarakat Kurdi di tengah krisis undang-undang dasar di Baghdad.
Al Maliki membalasnya dengan mencap Turki sebagai 'negara bermusuhan'. Dia mengatakan pernyataan Erdogan merupakan kembalinya campur-tangan lain dalam urusan dalam negeri Irak.
"Kami tidak membedakan antara Sunni dan Syiah. Arab, Kurdi atau Turkmenistan, mereka semua saudara kami," kata Erdogan kepada wartawan dalam komentar yang dilaporkan oleh saluran berita NTV. "Jika kami menanggapi al Maliki, kami memberi dia kesempatan baik untuk tampil di sana. Tak perlu memberi dia kesempatan meraih prestise."
Kementerian Luar Negeri Turki langsung menanggapi pertikaian itu. Mereka mengeluarkan pernyataan yang menyatakan Turki tak bermaksud ikut campur masalah urusan dalam negeri Irak.
Turki, yang mayoritas warganya berfaham Sunni, telah dipandang sebagai sekutu penting. Bahkan, Turki jadi model peran bagi Irak karena undang-undang dasar sekulernya dan hubungan erat dengan Barat.
Irak adalah mitra dagang terbesar kedua Turki setelah Jerman. Volume perdagangannya mencapai 12 miliar dolar AS pada tahun 2011. Tapi, setengah dari volume perdagangan Turki itu berlangsung dengan wilayah semi-otonomi Kurdi.
Baghdad kadangkala telah menuduh Ankara mencampuri urusan dalam negerinya sejak serbuan pimpinan AS pada 2003. Arab Saudi, Iran dan Suriah juga telah dituduh merusak kestabilan tetangga mereka itu.
Percekcokan sengit antara Al-Maliki dan Erdogan terjadi setelah pemimpin Turki tersebut bertemu dengan Masoud Barzani. Barzani merupakan presiden wilayah Kurdi yang telah membina hubungan erat dengan pemerintah Turki.
Erdogan juga bertemu dengan Wakil Presiden Irak, Tareq al-Hashemi, yang berasal dari Sunni dan meninggalkan Irak pada Desember. Ak Hashemi kabur setelah surat penangkapan atas dirinya dikeluarkan.