REPUBLIKA.CO.ID, Sebutlah nama Geert Wilders. Boleh jadi yang terbayang oleh kita adalah aksi seorang pria Belanda yang terus menerus menyudutkan dan menghujat Islam. Namun, ternyata Wilders tak hanya membuat marah warga Muslim dunia. Bahkan, pemerintahnya sendiri turut pusing dengan aksi anggota parlemen Belanda tersebut.
Seperti yang dilakukannya belum lama ini. Wilders semula memberikan dukungan pada pemerintahan parlemen dengan maksud agar beberapa kebijakan partainya, Partai Kebebasan (PVV), bisa terlaksana. Namun dia sekarang menarik dukungannya terhadap kabinet. Dengan begini, kabinet sementara juga bebas menarik dukungan mereka terhadap kebijakan-kebijakan Wilders.
Menteri Imigrasi Gerd Leers, misalnya, telah mengumumkan akan berhenti memberlakukan beberapa kebijakan seperti pengetatan reunifikasi keluarga. Menteri Dalam Negeri juga tidak lagi mendukung undang-undang baru yang diajukan oleh Wilders, yaitu pelarangan bagi warga negara Belanda untuk mendapatkan paspor ganda.
Pergeseran kebijakan juga terjadi dalam wilayah bantuan pembangunan. Sebagai bagian dari rencana penghematan anggaran sebelumnya (anggaran tahunan yang dihasilkan oleh kabinet koalisi), bantuan pembangunan dipotong dari 0.8 persen menjadi 0,7 persen dari Produk Domestik Bruto, yaitu sekitar satu miliar Euro. Sebelumnya, Geert Wilders selama negosiasi terakhir bersikeras agar dilakukan pemotongan dengan jumlah yang sama pada rencana penghematan anggaran berikutnya. Rencana ini tidak akan berlanjut (walaupun pemotongan sebesar 0,1 persen sudah keburu dilaksanakan dan tidak dapat ditarik kembali).
Geert Wilders sekarang bebas untuk menentang beberapa aspek kebijakan luar negeri yang mendapat dukungannya hanya demi kepentingan menjaga pemerintahan tetap berkuasa. Salah satu kebijakan tersebut adalah penjualan puluhan tank Leopard bekas yang tidak diperlukan lagi oleh militer Belanda ke Indonesia. PVV sebenarnya selalu menentang terjadinya penjualan, tetapi tidak pernah sampai menghalangi rencana. Sekarang mereka akan bergabung dengan partai-partai oposisi dan memastikan transaksi tidak terjadi.
Partisipasi lanjutan Belanda dalam program Joint Strike Fighter, seperti dalam pembelian pesawat tes kedua, juga sekarang tidak jelas kelanjutannya.