Senin 30 Apr 2012 14:06 WIB

Soal Azan Wapres, 'Kalau tak Ingin Hidup Pluralistik, Tinggal di Hutan'

Rep: Indah Wulandari/ Red: Djibril Muhammad
Wakil Presiden RI, Boediono.
Foto: Antara/Ampalsa
Wakil Presiden RI, Boediono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bak bola liar, usulan Wakil Presiden (Wapres) Boediono terkait pengaturan azan terus bergulir. Hampir dari semua reaksi menyayangkan sikap Wapres tersebut.

Bagi imam besar Masjid Istiqlal, Prof Mustafa ali Yakub, dalam azan, pihaknya memegang dalil syar'i sebagai perspektifnya. "Itu masalah lama yang selalu terjadi di tengah masyarakat majemuk seperti Indonesia. Antara umat yang satu dengan yang lain hendaknya tak boleh merasa terganggu dengan suara azan ataupun lonceng gereja," imbuhnya di Jakarta, Senin (30/4).

Dia sendiri mencontohkan peristiwa kala para jamaah menunaikan salat zuhur di Masjid Istiqlal. Selalu terdengar lonceng dari gereja katedral di waktu yang bersamaan.

Menanggapi hal itu, Mustafa selalu mengingatkan para jamaah jika umat Islam harus menerapkan prinsip 'lakum dinukum waliyadin'. Sehingga jika ingin mencapai kesempurnaan syariat agama, sebut Mustafa, seorang Muslim tak perlu merasa terganggu dengan keberadaan umat beragama yang lain. Begitu pula sebaliknya bagi umat non-Muslim.