REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV-- Setidaknya 1.550 tahanan Palestina menjalani aksi mogok makan massal memrotes kebijakan penjara Israel yang semena-mena.
Menurut Layanan Penjara Israel (IPS), Rabu (2/5), dua tahanan yang telah mogok makan selama 64 hari yakni Bila DIab dan Thaer Halahla. Menurut dokter untuk HAM, mereka dalam resiko kematian.
Juru bicara IPS, Sivan Weizman, mengatakan sekitar 100 tahanan mulai mogok makan dalam dua hari terakhir. Jumlah tahanan yang mogok makan semakin membengkak menjadi sepertiga dari populasi penjara Israel, yakni sekitar 4.700 tahanan.
Pada Kamis pagi, Mahkamah Agung Israel mendengar banding terhadap mereka ditahan di penahanan administratif, prosedur di mana tersangka dapat ditahan tanpa tuduhan untuk waktu yang terbarukan hingga enam bulan pada suatu waktu.
Sementara tahanan Diab, pada Selasa dipindahkan dari rumah sakit penjara Ramle ke Harofeh Assaf, sehari setelah PHR memperingatkan bahwa ia berada dalam bahaya yang besar. Diab juga tidak menerima perhatian medis yang memadai.
"Bilal dalam kondisi stabil setelah dipindah ke departemen gastroenterologi rumah sakit Assaf Harofeh," pengacaranya Jamil Khatib kepada AFP.
Adapun Jawad Boulos, penasehat hukum untuk Kelompok Narapidana Palestina, mengunjungi Diab dan terkejut karena ranjang rumah sakit diawasi oleh empat penjaga keamanan.
Diab telah menolak untuk berurusan dengan dokter sampai mereka menghapus belenggu dan ia mengatakan kepada penjaga: "Semakin Anda kejam, semakin saya ngotot pada posisi saya dan keyakinan bahwa kebebasan adalah hal yang paling berharga dalam hidup," kata Boulos .