REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu tersangka kasus korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Listrik (PLTS) Neneng Sri Wahyuni mengaku belum mendapatkan jawaban dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait surat permohonan koordinasi masalah kepulangan Neneng. Kubu Neneng berharap KPK segera memberikan jawaban atas surat tersebut.
"Tentunya itu kan surat resmi, kita juga mengharapkan KPK menanggapinya secara resmi. Etikanya harusnya begitu," kata salah satu kuasa hukum Neneng , Junimart Girsang saat dihubungi Republika, Senin (7/5) pagi.
Menurut Junimart, pihaknya memang tidak bisa memaksa KPK untuk menanggapi surat tersebut. Namun, pihaknya telah menunjukan itikad baik kepada publik bahwa Neneng ingin bekerja sama dengan KPK dalam proses hukum tersebut. Menurutnya, jika saja KPK mau bekerja sama dengan kubu Neneng, maka KPK akan mendapatkan keuntungan, yaitu KPK bisa memulangkan Neneng tanpa mengeluarkan anggaran besar. "Kalau KPK masih tetap menggunakan caranya seperti penangkapan, maka akan terjadi pemborosan keuangan negara. Itu kan uang rakyat juga," kata Junimart.
Namun, jika KPK mau bekerja sama, maka pihak keluargaa yang tahu posisi Neneng akan membantu mengupayakan kepulangan Neneng. Dengan begitu, KPK akan terbantu mendapatkan informasi tentang keberadaan Neneng.Pada 26 April 2012 lalu, Neneng Sri Wahyuni melalui tim kuasa hukumnya mengirimkan surat kepada KPK untuk membahas masalah kepulangan Neneng. KPK sendiri hingga saat ini belum merespon surat tersebut. KPK mengisyaratkan menolak permohonan agar Neneng Sri Wahyuni dipulangkan tanpa operasi penangkapan akan ditolak.
"Pimpinan KPK belum kasih jawaban resmi terhadap surat Nazar. Belum pernah ada sejarahnya KPK berkompromi dengan buronan kasus korupsi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Kamis (3/5).
Neneng ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi pengadaan PLTS di Kemenakertrans. Pada tahun 2008 itu Neneng diduga berperan sebagai perantara atau broker proyek. Proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar tersebut dimenangkan oleh PT Alfindo yang kemudian disubkontrak kepada beberapa perusahaan lain. KPK menemukan kerugian keuangan negara sebanyak Rp 3,8 miliar dalam proyek tersebut. Neneng yang kini menjadi buronan interpol sempat dikabarkan ikut mendampingi Nazaruddin dalam masa pelarian di Kolombia. Kini ibu beranak tiga tersebut diduga bersembunyi di daerah perbatasan Malaysia.