REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Kabinet demisioner Belanda berencana menjual 100 unit main battle tank (tank tempur utama/MBT) Leopard 2A6 yang tidak digunakan lagi ke Indonesia. Kebijakan itu berkaitan dengan penghematan di Departemen Pertahanan Belanda. Indonesia menyatakan berminat membeli tank tersebut dengan harga 200 juta euro atau sekitar Rp 2,36 triliun.
Menurut Radio Belanda, RNW, besar kemungkinan parlemen Belanda tidak menyetujui penjualan tank itu kepada Indonesia. Pertimbangannya kendaraan lapis baja itu bisa digunakan untuk mengadapi kelompok-kelompok yang oleh pemerintah Jakarta dicap sebagai “separatis, teroris, dan sebagainya, demikian dilaporkan koran de Volkskrant.
“Kalau Belanda menjual tank kepada Indonesia maka kami dikhianati untuk kedua kali,” kata Hakim Bahabol (37 tahun) yang berjuang bagi kedaulatan propinsi Papua. Bahabol adalah anggota parlemen Papua Barat yang dilarang di Indonesia. Ia meminta parlemen Belanda agar tidak memberikan lampu hijau soal penjualan MBT Leopard kepada angkatan bersenjata Indonesia.
Awal Mei, Bahabol berkunjung ke Belanda bersama dua aktivis lain. Mereka bertemu dengan anggota parlemen dari partai kanan populis PVV, partai sosialis SP dan partai Kristen konservatif ChristenUnie. Bahabol dan delegasinya mengimbau pemerintah Belanda agar mengkampanyekan referendum bagi kedaulatan propinsi Papua di bawah pengawasan dunia internasional.
“Perjuangan kami tanpa kekerasan. Demonstrasi massal. Revolusi damai,” kata dia.
Bahabol membawa foto mengenai demonstran yang membawa spanduk dengan tulisan dalam bahasa Belanda, di mana warga Papua menuntut tanggungjawab politik dari pemerintah Negeri Kincir Angin itu kepada warga Papua. Ia memberi contoh, pada 1961 warga Papua diberi bendera dan lagu kebangsaan sendiri oleh pemerintah Belanda.
Sekarang, “Siapa yang mengibarkan bendera itu, diancam 15 tahun penjara,” Bahabol mengingatkan.