Senin 28 May 2012 12:33 WIB

Kisah Sahabat Nabi: Salman Al-Farisi, Sang Pencari Kebenaran (5)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, “Aku tinggal bersama Yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga datang saat dibangkitkannya Rasulullah SAW yang datang ke Madinah dan singgah pada Bani Amr bin Auf di Quba.

Pada suatu hari, ketika aku berada di puncak pohon kurma sedang majikanku sedang duduk dibawahnya, tiba-tiba datang seorang Yahudi seudara sepupunya yang mengatakan kepadanya, ‘Bani Qilah celaka!’

Mereka berkerumun mengelilingi seorang laki-laki di Quba yang datang dari Makkah dan mengaku sebagai Nabi. Demi Allah, baru saja ia mengucapkan kata-kata itu, tubuhku pun bergetar keras hingga pohon kurma itu bagai bergoncang dan hampir saja aku jatuh menimpa majikanku.

Aku segera turun dan kataku kepada orang tadi, ‘Apa kata Anda? Ada berita apakah?’

Majikanku mengangkat tangan lalu meninjuku sekuatnya, serta bentaknya, ‘Apa urusanmu dengan ini, ayo kembali ke pekerjaanmu!’ Maka aku pun kembalilah bekerja.

Setelah hari petang, kukumpulkan segala yang ada padaku, lalu keluar dan pergi menemui Rasulullah SAW di Quba. Aku mendatanginya ketika beliau sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan.

Kukatakan kepadanya, ‘Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku mempunyai persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk sedekah. Dan setelah mendengar keadaan Tuan-tuan, maka menurut hematku, Tuan-tuanlah yang lebih layak menerimanya, dan makanan itu kubawa ke sini.’ Lalu makanan itu kutaruh di hadapannya.

‘Makanlah dengan nama Allah!’ sabda Rasulullah SAW kepada para sahabatnya, tetapi beliau tak sedikit pun mengulurkan tangannya menjamah makanan itu. ‘Nah, demi Allah!’kataku dalam hati, ‘Inilah satu dari tanda-tandanya, bahwa ia tak mau memakan harta sedekah.’

Aku kembali pulang, tetapi pagi-pagi keesokan harinya aku kembali menemui Rasulullah SAW  sambil membawa makanan, serta kataku kepadanya, ‘Kulihat Tuan tidak ingin makan sedekah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin kuserahkan kepada Tuan sebagai hadiah.’

Lalu kutaruh makanan di hadapannya. Maka sabdanya kepada sahabatnya, ‘Makanlah dengan menyebut nama Allah!’ Dan beliau pun turut makan bersama mereka. ‘Demi Allah, kataku dalam hati, inilah tanda yang kedua, bahwa ia bersedia menerima hadiah.’

Aku kembali pulang dan tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian kupergi mencari Rasulullah SAW dan kutemui beliau di Baqi sedang mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh sahabat- sahabatnya. Ia memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan yang satu lagi sebagai baju.

Kuucapkan salam kepadanya dan kutolehkan pandangan hendak melihatnya. Rupanya ia mengerti akan maksudku, maka disingkapkannya kain burdah dari lehernya hingga nampak pada pundaknya tanda yang kucari, yaitu cap kenabian sebagai disebutkan oleh pendeta dulu.

Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu aku dipanggil menghadap oleh Rasulullah. Aku duduk di hadapannya, lalu kuceriterakan kisahku kepadanya sebagai yang telah kuceriterakan tadi.

Kemudian aku masuk Islam, dan perbudakan menjadi penghalang bagiku untuk menyertai Perang Badar dan Uhud. Lalu pada suatu hari Rasulullah menitahkan padaku, ‘Mintalah pada majikanmu agar ia bersedia membebaskanmu dengan menerima uang tebusan.’

Maka kumintalah kepada majikanku sebagaimana dititahkan Rasulullah, sementara Rasulullah menyuruh para sahabat untuk membantuku dalam soal keuangan. Demikianlah, aku dimerdekakan oleh Allah, dan hidup sebagai seorang Muslim yang bebas merdeka, serta mengambil bagian bersama Rasulullah dalam Perang Khandaq dan peperangan lainnya."

sumber : Sumber: 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement