REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kalangan importir belum merasakan dampak turunnya nilai rupiah terhadap kinerja mereka. Sekretaris Jendral Gabungan Importir Nasional Indonesia Achmad Ridwan Tento mengungkapkan di pelabuhan masuk masih banyak berdatangan kontainer-kontainer barang impor. Artinya, sejauh ini belum terlihat secara kasat mata dampak penurunan nilai rupiah.
"Yang masuk sekarang mungkin berasal dari kontrak-kontrak impor yang terdahulu," ujar Achmad saat dihubungi, Selasa (29/5). Barang-barang yang berdatangan saat ini, kata dia bisa berasal saat kontrak impor ketika rupiah berada di kisaran 9.100 hingga 9.200.
Ia mengungkapkan, penurunan nilai rupiah mungkin tidak terlalu berdampak pada penurunan impor. Meskipun importir harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk mendatangkan barang ke Indonesia, pada bulan depan banyak kebijakan
impor yang mulai diberlakukan. Hal ini menyebabkan importir banyak memanfaatkan bulan ini untuk mengimpor.
Ia mencontohkan, mulai Juni pemerintah akan menutup pelabuhan Tanjung Priuk sebagai pintu masuk buah-buahan. Belum lagi ditambah aturan impor produk buah dan sayur yang mulai diperketat pada bulan depan. Menurutnya, kebijakan ini membuat importir memanfaatkan Mei sebagai saat yang paling tepat untuk melakukan impor.
Penurunan rupiah yang hanya beberapa poin saja, ia katakan tidak begitu berdampak. Belum lagi ditambah dengan bulan-bulan ini yang mendekati masa puasa dan lebaran. Namun, ia berharap rupiah kembali menguat pada level 9.100 hingga 9.200 agar importir tidak perlu mengeluarkan uang lebih banyak untuk impor. "Secara signifikan tidak terasa karena dekat dengan lebaran," ujarnya.