Senin 04 Jun 2012 23:03 WIB

Fikih Muslimah: Peduli Kebersihan Rumah (2)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Karena itu, Nabi SAW mengaitkan hubungun kuat antara iman dan kebersihan. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari menguatkan hal itu.

Bahwasanya Rasulullah bersabda, “Kebersihan sebagian dari iman.” (HR Muslim).

Dalam kitab Al-Jami’ fi Fiqh An-Nisa’ karangan Syekh Kamil Muhammad Uwaidah, dijelaskan ada beberapa hal terkait kebersihan dan kerapian yang lazim diperhatikan oleh Muslimah, terutama saat berada rumah.

Baik yang berkaitan dengan badan berikut aksesoris meliputi baju atau jilbab—contohnya— yang melekat maupun segala perabot dan peralatan.

Terkait kebersihan anggota badan dan pakaian, hendaknya Muslimah memerhatikan kesuciannya. Bila ada bagian yang terkena najis maka harus dicuci dengan air hingga bersih. Selama telah disucikan dengan maksimal meksipun masih ada bekas yang sulit dibersihkan seperti darah, maka diberikan keringanan.

Diriwayatkan dari Asma’ binti Abu Bakar RA, ia menceritakan ada seorang wanita mendatangi Rasulullah seraya bertanya, “Salah seorang di antara kami pakaiannya terkena darah haid, apa yang harus ia perbuat?”

Beliau menjawab, “Garuk, kemudian gosoklah dengan air dan selanjunya bersihkan (bilas) kembali dengan air. Setelah itu, boleh ia pergunakan untuk mendirikan shalat.”

Soal perkakas, istri Muslimah berkewajiban membersihkan cermin, pisau, piring, dan barang-barang lainnya. Hal ini bisa ditempuh dengan cara menghilangkan bekas najis, bila ada najis di barang tersebut.

Konon, para sahabat Rasulullah juga kerap mengerjakan shalat dengan membawa pedang mereka yang masih terlumuri darah dan mereka menganggap hanya dengan usapan cukup untuk menyucikannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement